Pintasan.co, Jember – Sejumlah guru mendatangi gedung DPRD Jember. Tujuan kedatangannya meminta keadilan mengenai kejelasan lolos seleksi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).
Para guru yang datang ke gedung DPRD menyatakan awalnya mereka dinyatakan lolos seleksi. Kemudian, setelah mengurusi semua berkas yang diperlukan, tiba-tiba dinyatakan tidak lolos dan tergeser oleh Tenaga Honorer Kategori 2 (K2).
Ketua Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Jember, Supriyono mengatakan, para guru tak mempermasalahkan dengan lolosnya K2.
Pasalnya, Panitia Seleksi Nasional (Panselnas) memang meminta K2 untuk diloloskan.
“Kami tidak ada masalah dengan K2 yang diloloskan. Memang Panselnas minta K2 untuk diloloskan,” katanya, Rabu (22/1/2025).
Kelalaian panitia K2
Menurut Supriyono, yang dipermasalahkan dalam hal ini adalah di Jember ada kelalaian panitia. Sebab, K2 yang memang sudah dipastikan lolos, harusnya tidak diikutkan seleksi.
Akibatnya, K2 yang tidak lolos seleksi kemudian diloloskan dengan menganulir nama-nama mereka yang awalnya sudah dinyatakan lolos seleksi.
“Di Jember ini kelalaian panitia. Mestinya kalau K2 sudah dipastikan lolos, ya jangan diikutkan tes. K2 yang tidak lulus tes akhirnya melaporkan dan diloloskan dengan menganulir nama-nama mereka yang awalnya sudah dinyatakan lolos,” jelasnya.
Nur Lailatu Mukaromah, guru honorer di salah satu Sekolah di Kecamatan Umbulsari mengatakan memang K2 akan otomatis dinyatakan lolos.
Namun, kebijakan yang kemudian menganulir nama-nama yang sudah dinyatakan lolos itu sangat merugikan. Pasalnya, mereka sudah mengurus semua berkas yang dibutuhkan.
“Kebijakan itu sangat merugikan kami. Karena selama 10 hari kami sudah dinyatakan lolos, artinya kami sudah mengurus semua berkas yang dibutuhkan,” ucapnya.
Hal yang sama juga diungkapkan Hasbullah, guru honorer di salah satu sekolah Kecamatan Wuluhan yang sudah mengabdi selama 14 tahun juga mengatakan, dirinya syok dengan pengumuman dirinya yang tidak jadi diloloskan.
Padahal, orang tua, kerabat, saudaranya sudah mengetahui bahwa dirinya telah dinyatakan lolos seleksi PPPK.
“Saya sudah mengabdi 14 tahun, harapannya kami bisa mendapatkan hasil yang diharapkan. Kami sudah melakukan penyiapan berkas, baik dari rumah sakit dan kepolisian,” katanya.
“Orang tua, kerabat, saudara dan teman sudah tahu semua, mereka sangat bangga. Betapa syoknya kami ketika tanggal 15 ada pengumuman kami tidak jadi diloloskan,” sambung Hasbullah.
Akhirnya, dia bersama para guru honorer lain datang ke DPRD Jember untuk meminta keadilan. Karena, semua berkas sudah diurus. Bukan hanya rugi materi, tapi juga mengalami kerugian secara psikis.
“Kami minta keadilan, gimana nasib kami ke depan. Semua berkas sudah diurus. Kami bukan hanya rugi secara materi, tapi juga secara psikis,” ungkapnya.
Cornelia Martha, guru honorer salah satu sekolah di Kecamatan Sukorambi, Jember menyatakan, keluarganya juga sudah mengetahui mengenai pengumuman dirinya yang telah dinyatakan lulus seleksi.
Dengan kebijakan yang seperti ini, ia tidak hanya dirugikan secara pribadi, tapi keluarganya juga dikecewakan.
“Keluarga kami sudah sangat bangga dengan pengumuman kelulusan kami. Kalau begini kan tidak hanya kami sendiri yang dirugikan, tapi banyak keluarga kami yang juga dikecewakan,” ucap Martha sambil menangis terisak.
Martha mengatakan ia bersama teman-temannya yang datang ke kantor DPRD ingin meminta keadilan. Pasalnya, sudah banyak hal yang dikorbankan untuk bisa lolos PPPK.
“Kami minta keadilan, supaya apa yang kami usahakan secara serius dengan mengorbankan banyak waktu. Bahkan, kami meninggalkan anak didik kami di sekolah, itu kan bukan perkara yang mudah bagi kami,” paparnya.
Martha mengungkapkan banyak waktu yang dikorbankan. Sampai mengorbankan waktu yang seharusnya digunakan untuk mengantarkan suaminya yang seorang TNI berangkat tugas kemanusiaan ke Lebanon.
Namun, Martha lebih memprioritaskan ujian agar bisa lolos seleksi PPPK.
“Kami rugi waktu, tenaga, materi, semuanya saya korbankan. Demi melaksanakan ujian, saya sampai meninggalkan waktu untuk mengantarkan suami saya berangkat ke Lebanon, bagi saya itu waktu yang sangat berharga,” tegasnya.
Martha mengaku sangat kecewa dengan banyaknya waktu yang sia-sia dari mengikuti ujian, melengkapi semua berkas, hingga pengumuman lolos yang dibatalkan.
“Yang saya kecewakan waktu saya terbuang sia-sia,” pungkasnya.