Pintasan.co, JakartaPusat Studi Ekonomi dan Hukum (Center of Economic and Law Studies/Celios) kembali menyoroti kesenjangan ekonomi yang semakin tajam di Indonesia.

Laporan Ketimpangan Ekonomi Indonesia 2024 dari Celios mengungkapkan kekayaan 50 orang terkaya di Indonesia meningkat tiga kali lipat dalam lima tahun terakhir, menunjukkan ketimpangan yang semakin besar.

Laporan tersebut menyebutkan, pada 2019 total kekayaan 50 orang terkaya di Indonesia mencapai Rp 2.470 triliun, sempat turun pada 2020 menjadi Rp 2.417 triliun akibat pandemi Covid-19.

Namun, kondisi tersebut tidak bertahan lama. Kekayaan mereka kembali melonjak tajam pada tahun-tahun berikutnya, mencapai Rp 5.243 triliun pada 2024.

Kenaikan ini menyoroti tren ketimpangan yang semakin mencolok, terutama bila dibandingkan dengan kondisi kelas pekerja yang kesulitan.

Lebih spesifik lagi, tiga orang terkaya di Indonesia mencatatkan lonjakan kekayaan sebesar 174 persen dalam periode 2019-2024.

Di sisi lain, kelas pekerja harus menghadapi realitas pertumbuhan upah yang stagnan, hanya meningkat sebesar 15 persen dalam lima tahun terakhir.

Ketimpangan ini semakin jelas terlihat ketika kelompok pekerja berjuang menghadapi badai pemutusan hubungan kerja (PHK), harga bahan pokok yang melonjak, serta gaji yang sangat minim. Sementara segelintir orang kaya justru semakin memperkaya diri di tengah kondisi tersebut.

Contoh nyata ketimpangan ekonomi

Laporan ini menyoroti beberapa sektor pekerja yang menjadi gambaran nyata dari ketidakadilan ekonomi.

Salah satunya adalah guru honorer, yang menurut data Celios, 74,3 persen di antaranya berpenghasilan kurang dari Rp 2 juta per bulan, dan 46,9 persen bahkan di bawah Rp 1 juta.

Kondisi ini memperlihatkan betapa rentannya kesejahteraan mereka di tengah tuntutan pekerjaan yang tinggi. Selain itu, pengemudi ojek daring juga berada dalam situasi yang tidak jauh berbeda.

Sebanyak 50,1 persen responden pengemudi hanya mendapatkan penghasilan harian antara Rp 50.000 hingga Rp 100.000, sementara 44,1 persen dari mereka harus mengeluarkan biaya operasional yang sama besar setiap harinya.

Baca Juga :  Pemprov Jakarta, Siapkan 1.783 Unit Rusun untuk Warga Terdampak Kebakaran di Kemayoran

Pentingya peran pemerintah untuk mengatasi masalah sosial ini

Celios menegaskan pentingnya intervensi pemerintah untuk memperbaiki ketimpangan ekonomi ini. Salah satu rekomendasi utama yang diajukan adalah penerapan pajak kekayaan progresif bagi orang superkaya di Indonesia.

Berdasarkan estimasi Celios, pajak kekayaan sebesar 2 persen yang dikenakan pada 50 orang terkaya di Indonesia dapat menghasilkan penerimaan negara sekitar Rp 81,51 triliun setiap tahunnya.

Angka ini dihitung berdasarkan total kekayaan mereka yang diambil dari data Forbes, di mana indikator orang superkaya adalah individu dengan kekayaan lebih dari 1 juta dolar AS atau setara Rp 15,4 miliar.

Achmad Hanif Imaduddin, peneliti Celios, menyebutkan bahwa potensi penerimaan pajak sebesar itu dapat dimanfaatkan untuk mendanai program-program yang memberikan dampak positif bagi masyarakat luas.

Salah satu contoh penggunaan yang diusulkan adalah untuk program-program terkait lingkungan hidup yang saat ini semakin mendesak.

Selain itu, pajak ini juga dapat membantu mengurangi ketimpangan sosial dengan mendukung program kesejahteraan sosial bagi kelompok pekerja rentan.

Menurut Hanif, reformasi kebijakan pajak ini penting dilakukan untuk menciptakan distribusi kekayaan yang lebih adil di Indonesia.

Penerapan pajak kekayaan terhadap individu superkaya tidak hanya akan meningkatkan penerimaan negara, tetapi juga berkontribusi pada pemerataan ekonomi yang lebih berkelanjutan.

Hanif menekankan bahwa tanpa tindakan konkret dari pemerintah, ketimpangan ekonomi akan memburuk dan merugikan masyarakat yang masih berjuang untuk bertahan hidup di tengah tekanan ekonomi yang berat

Laporan Celios ini diharapkan dapat mendorong pemerintah dan pemangku kebijakan untuk segera merumuskan kebijakan-kebijakan yang lebih inklusif dan adil.

Pajak kekayaan, jika diterapkan secara tepat, bisa menjadi salah satu solusi untuk mengurangi jurang ketimpangan yang kian lebar antara kelompok kaya dan kelas pekerja di Indonesia.