Pintasan.co, Jakarta – Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) menunjuk tiga direktur Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai penjabat (Pj) kepala daerah.
Wakil Menteri Dalam Negeri Bima Arya Sugiarto mengonfirmasi penunjukan ini pada Jumat, 1 November 2024.
Ketiga pejabat KPK yang ditugaskan adalah Direktur Koordinasi dan Supervisi Wilayah I KPK, Edi Suryanto, yang akan menjabat sebagai Pj Wali Kota Pontianak, Kalimantan Barat. Kemudian, Direktur Pendaftaran dan Pemeriksaan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) Herda Helmijaya sebagai Pj Bupati Nagekeo, Nusa Tenggara Timur, dan Direktur Penerimaan Layanan & Pengaduan Masyarakat (PLPM) Budi Waluya sebagai Pj Bupati Ciamis, Jawa Barat.
“Semua tahapan sudah dilakukan sesuai ketentuan dan mereka segera dilantik,” ujar Bima Arya melalui pesan singkat.
Bima, yang juga politikus Partai Amanat Nasional (PAN), menyebut latar belakang ketiga pejabat sebagai direktur di KPK akan sangat membantu dalam upaya menciptakan pemerintahan yang bersih dan transparan di daerah masing-masing.
“Mereka adalah pejabat senior di KPK dengan pengalaman dalam koordinasi dan supervisi pemberantasan korupsi,” kata Bima, yang sebelumnya menjabat Wali Kota Bogor.
Kinerja Pj kepala daerah menjadi sorotan dalam rapat kerja bersama Kemendagri pada Kamis, 31 Oktober 2024. Komisi II DPR RI menyatakan rencana untuk memanggil para penjabat kepala daerah secara bergilir guna menjalani rapat evaluasi.
Dukungan terhadap rencana tersebut disampaikan oleh Anggota Komisi II DPR RI dari Fraksi Golkar, Taufan Pawe, yang menyoroti kompetensi beberapa Pj kepala daerah dalam tata kelola pemerintahan.
“Saya terkadang berpikir, apakah orang-orang dari Kementerian yang menjadi Pj kabupaten/kota ini memahami pemerintahan atau tidak,” kata Taufan.
Menanggapi hal ini, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian menyatakan bahwa Kemendagri secara rutin mengevaluasi kinerja para penjabat kepala daerah setiap tiga bulan.
Tito menyebut evaluasi ketat ini memungkinkan Kemendagri untuk mengganti penjabat yang dinilai memiliki kinerja buruk.
“Kalau hasil evaluasi menunjukkan kinerja yang buruk, ya kita ganti. Sudah banyak yang diganti,” ujar Tito di Gedung DPR RI, Kamis, 31 Oktober 2024.