Pintasan.co, Makassar – Provinsi Sulawesi Selatan mencatat kemajuan signifikan dalam upaya pengentasan kemiskinan.

Berdasarkan laporan terbaru Badan Pusat Statistik (BPS) Sulsel per Maret 2025, jumlah penduduk miskin tercatat sebanyak 698,13 ribu jiwa, atau 7,60 persen dari total populasi.

Angka ini menurun dibandingkan Maret 2024 yang mencatat 736,48 ribu orang (8,06 persen), dan juga lebih rendah dibandingkan September 2024 yang berada di angka 711,77 ribu orang (7,77 persen).

Kepala BPS Sulsel, Aryanto, menyatakan bahwa penurunan tersebut merupakan pencapaian terbaik dalam enam tahun terakhir.

“Tingkat kemiskinan Sulsel pada Maret 2025 menjadi yang terendah sejak 2020,” ujar Aryanto dalam konferensi pers Berita Resmi Statistik (BRS), Jumat (25/7/2025).

Selain menurunnya jumlah penduduk miskin, ketimpangan antara wilayah perkotaan dan perdesaan juga menunjukkan perbaikan.

Di kawasan kota, tingkat kemiskinan turun menjadi 5,14 persen dari sebelumnya 5,21 persen.

Sementara di pedesaan, terjadi penurunan dari 10,11 persen menjadi 9,88 persen pada periode yang sama.

Jika dibandingkan dengan rata-rata nasional yang berada di angka 8,47 persen, tingkat kemiskinan di Sulawesi Selatan tergolong lebih rendah.

Meski demikian, tantangan lain muncul dalam bentuk kenaikan indeks gini, indikator ketimpangan pengeluaran. Pada Maret 2025, gini ratio Sulsel tercatat 0,363 poin, naik tipis dari 0,360 poin pada September 2024.

Penurunan angka kemiskinan ini tidak terlepas dari strategi pembangunan yang dijalankan Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan di bawah kepemimpinan Gubernur Andi Sudirman Sulaiman dan Wakil Gubernur Fatmawati Rusdi.

Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD), visi besar “Sulawesi Selatan Maju dan Berkarakter” dijabarkan melalui empat misi utama yang terintegrasi untuk menekan angka kemiskinan.

Upaya tersebut dikembangkan melalui tiga pilar strategis. Pilar pertama adalah pengurangan beban pengeluaran masyarakat melalui penyediaan layanan dasar seperti pendidikan, kesehatan, sanitasi, bantuan sosial yang tepat sasaran, serta penyediaan hunian layak dan perlindungan bagi kelompok rentan seperti lansia, disabilitas, dan perempuan kepala keluarga.

Baca Juga :  Ratusan Porsi Nasi Goreng MBG di Bulukumba Diduga Tak Layak Konsumsi, Siswa Menolak Makan

Pilar kedua berfokus pada peningkatan pendapatan masyarakat, di antaranya melalui pengembangan UMKM dan ekonomi lokal, pelatihan keterampilan kerja untuk generasi muda, serta kemudahan akses permodalan dan peningkatan produktivitas pertanian berbasis teknologi.

Adapun pilar ketiga adalah penurunan jumlah kantong kemiskinan, dengan melakukan intervensi berbasis data spasial, penataan permukiman kumuh, pembangunan infrastruktur dasar untuk membuka daerah terisolasi, serta pendekatan lintas sektor di wilayah-wilayah dengan kemiskinan ekstrem.

Ketiga pilar ini saling melengkapi dan memerlukan penguatan tata kelola pemerintahan yang terintegrasi agar implementasi di lapangan berjalan optimal dan berkelanjutan.