Pintasan.co, Jakarta – Kepala Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH), Haikal Hassan, menyampaikan beberapa tantangan yang dihadapi Indonesia dalam mendapatkan sertifikasi halal.

Ia menyebutkan bahwa masih ada oknum yang memanfaatkan situasi dan meminta biaya tinggi, sehingga menyebabkan banyak pelaku usaha ragu untuk melanjutkan proses sertifikasi.

“Kenapa proses sertifikasi halal tidak berjalan lancar? Karena ada oknum yang meminta bayaran tinggi untuk sertifikat halal. Saya telah melakukan survei di warteg. Kami mengumpulkan 100 pengusaha warteg di Jakarta Utara dengan anggaran terbatas, dan kami mencari solusi yang lebih murah,” kata Haikal dalam rapat bersama Komisi VIII DPR RI di gedung Parlemen, Jakarta, Rabu (5/2).

“Dari 100 pengusaha tersebut, banyak yang menginginkan sertifikat halal, tetapi mereka diminta biaya hingga Rp 10 juta per warteg. Ini menjadi masalah besar bagi kami,” tambahnya.

Haikal menegaskan bahwa hal ini bertentangan dengan aturan yang ada, karena BPJPH tidak memungut biaya untuk penerbitan sertifikat halal.

“Kami ingin melaksanakan proses ini tanpa biaya,” ujarnya.

Lebih lanjut, Haikal menyatakan bahwa akibat ketidaktertiban dalam proses sertifikasi halal, Indonesia kini hanya berada di peringkat ke-8 sebagai negara penghasil produk halal.

Posisi ini kalah jauh dari China yang menempati urutan teratas.

“Masalah utama adalah kepatuhan. Saat ini, Indonesia berada di posisi ke-8 dengan nilai ekspor produk halal sebesar USD 13 miliar. Sedangkan China, yang berada di posisi pertama, berhasil mengekspor produk halal senilai USD 31,8 miliar,” jelas Haikal.

“Padahal, jika Indonesia lebih tertib dalam menerapkan sertifikasi halal, potensi kita bisa mencapai USD 40-50 miliar,” tutup Haikal.

Baca Juga :  Uji Nutrisi dan Sertifikasi Halal Bisa Dorong Industri Kecil Menengah Meningkatkan Kualitas Produk