Pintasan.co, Yogyakarta – Puluhan korban gagal bayar nasabah Koperasi Simpan Pinjam Prima Artha Sentosa (Kospin PAS) hadir langsung dalam sidang pembacaan vonis oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Yogyakarta pada Kamis (23/1/2025).

Mereka merasa sedikit lega dengan keputusan Majelis Hakim yang menjatuhkan vonis kepada terdakwa GSS, Ketua Kospin PAS dengan hukuman 7 tahun penjara dan denda Rp 10 juta, yang jika tidak dibayar diganti dengan 6 bulan kurungan.

“Terdakwa GSS terbukti sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan tanpa izin usaha dari pimpinan Bank Indonesia,” tegas Ketua Majelis Hakim Tuty Budhi Utami SH MH saat membacakan putusan. 

Disebutkan perbuatan terdakwa yang secara ilegal mengoperasionalkan KSP menghimpun dana masyarakat di luar anggota koperasi hingga gagal bayar meresahkan masyarakat dan merugikan orang lain. 

“Terdakwa dan penasihat hukum dapat mengajukan banding dalam waktu 7 hari, bila tidak menyatakan sikap maka dianggap menerima,” tegas Hakim.

Putusan yang dijatuhkan lebih ringan dibandingkan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Rachmanto Nugroho SH, yang meminta hukuman 10 tahun penjara dan denda Rp 10 juta, yang jika tidak dibayar diganti dengan 1 tahun kurungan.

Terdakwa dijerat dengan dakwaan alternatif pertama, melanggar Pasal 46 Undang-Undang RI Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, atau kedua melanggar Pasal 374 KUHP (penggelapan).

Setelah sidang, perwakilan korban nasabah Kospin PAS, Ir Soeprajitno, menyampaikan kekecewaannya karena terdakwa hanya dihadirkan secara virtual dari Lapas Perempuan Wonosari.

“Tidak dihadirkan dengan alasan keamanan takut dikejar-kejar nasabah, kalau saat Covid bisa kita maklumi. Padahal kami (para nasabah) tahu hukum dan tidak mungkin melakukan kekerasan,” ujarnya.

Prajit juga berharap bahwa putusan hakim dapat memberikan efek jera bagi pelaku-pelaku lainnya.

“Namun dengan putusan yang lebih rendah dari tuntutan kami merasa kecewa karena ancaman pidana Pasal 46 UU Perbankan dengan hukuman maksimal 15 tahun penjara,” jelasnya.

Menurut Prajit, terdakwa yang tidak menunjukkan penyesalan atau rasa bersalah, serta tidak pernah meminta maaf kepada para korban, seharusnya dijatuhi hukuman minimal 10 tahun, sebagaimana tuntutan dari Jaksa Penuntut Umum (JPU).

Baca Juga :  Ini Alasan Dedi Mulyadi Hapuskan Tunggakan Pajak Kendaraan Warga Jawa Barat

Oleh karena itu, Prajit dan nasabah lainnya sepakat untuk meneruskan laporan mengenai korban-korban lain ke kasus Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).

“Kami mengantongi data dan bukti bahwa banyak aset yang dihimpun dari nasabah Kospin PAS dibelikan tanah, rumah, saham dan diatasnamakan suami, anak dan mantu,” terang dia.

Laporan tersebut dikatakan sudah diproses di Polda DIY dan kini tinggal dilanjutkan ke tahap persidangan berikutnya.

“Sejak 2020 sebanyak lebih dari 160 nasabah dengan total simpanan Rp 160 M lebih gagal bayar, dan terdakwa hanya berjanji menjual aset saja tanpa upaya nyata hingga akhirnya kami melaporkan secara bergantian,” paparnya.