Pintasan.co, Jakarta – Komisi II DPR RI mendorong agar pembahasan revisi Undang-Undang (UU) Pemilu yang telah masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2026 dilakukan melalui pendekatan metode kodifikasi.

Langkah ini dinilai akan memberikan waktu yang cukup bagi DPR dan pemerintah untuk merumuskan perubahan secara menyeluruh dan terarah.

Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Zulfikar Arse, menyebut bahwa proses pembahasan yang dimulai pada 2026 memungkinkan penyusunan regulasi dilakukan lebih matang.

“Harapannya, pada 2026 pembahasan sudah bisa dimulai. Dengan waktu yang lebih panjang, kita dapat menyusun dan membahas perubahan UU Pemilu secara lebih mendalam dan komprehensif,” ujar Zulfikar di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (7/10/2025).

Politikus Partai Golkar tersebut menilai semangat revisi kali ini sebaiknya juga mencakup penyatuan sejumlah regulasi kepemiluan ke dalam satu produk hukum, sesuai amanat Undang-Undang Nomor 59 Tahun 2024 tentang RPJMN.

“Kalau memungkinkan, revisi ini sekaligus menggabungkan UU Pilkada dan UU Partai Politik ke dalam satu naskah hukum melalui metode kodifikasi sebagaimana diatur dalam UU RPJMN,” tambahnya.

Menurut Zulfikar, Mahkamah Konstitusi (MK) telah menegaskan bahwa pemilu dan pilkada kini berada dalam satu rezim hukum.

Karena itu, kewenangan penyelenggara pemilu seperti KPU dan Bawaslu perlu diseragamkan dalam satu undang-undang.

“MK sudah menegaskan bahwa tidak ada lagi pemisahan antara rezim pemilu dan pilkada. Keduanya sudah berada dalam satu sistem, sehingga aturan dan kewenangannya pun perlu disatukan,” jelasnya.

Sebelumnya, DPR RI telah menyetujui 67 Rancangan Undang-Undang (RUU) masuk dalam Prolegnas Prioritas 2026, termasuk revisi UU Pemilu.

Beberapa RUU lain yang turut dibahas antara lain RUU Transportasi Online dan RUU Pekerja Lepas.

Baca Juga :  Bahlil Lahadalia Bahas Kelola Golkar dan Dukungan untuk Prabowo

Sementara itu, Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR Ahmad Doli Kurnia Tandjung menegaskan pentingnya percepatan revisi tiga undang-undang terkait kepemiluan: UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada, dan UU Nomor 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik.

Ia menjelaskan, pembahasan idealnya dimulai paling lambat pada Agustus 2026, seiring dengan awal tahapan Pemilu 2029.

“Kalau mengacu pada aturan, tahapan pemilu dimulai sekitar 20 bulan sebelum hari pemungutan suara. Jadi, paling lambat Agustus 2026 kita sudah harus mulai,” kata Doli.

Doli juga menekankan bahwa revisi tersebut harus menyesuaikan dengan sejumlah putusan Mahkamah Konstitusi yang berkaitan dengan sistem kepemiluan.

Ia meyakini waktu satu hingga dua tahun cukup untuk membahas perubahan tersebut secara menyeluruh.

“Kalau tidak dua tahun, setahun atau satu setengah tahun masih cukup untuk membicarakan revisi ini secara komprehensif,” tutupnya.