Pintasan.co, Yogyakarta – Yayasan Pendidikan Audit Internal (YPIA) menggelar Konferensi Auditor Internal (KAI) 2025 pada tanggal 2- 4 Juli 2025 di Hotel Alana, Jalan Palagan, Sleman, Yogyakarta.
Kegiatan tahunan ini menjadi wadah strategis bagi para auditor internal dari sektor publik, BUMN, swasta, hingga kalangan akademisi untuk membahas beragam tantangan yang sedang dihadapi dalam profesi mereka.
Tahun 2025 diwarnai oleh meningkatnya kompleksitas dan tingkat fragmentasi dalam konteks global.
Laporan Survei Persepsi Risiko Global 2024–2025 dari World Economic Forum (WEF) mencatat peningkatan signifikan pada risiko geopolitik, meluasnya konflik bersenjata, bencana iklim yang ekstrem, disrupsi akibat teknologi, serta polarisasi sosial dan politik yang semakin tajam dan mengancam stabilitas global.
Di sisi lain, pada level nasional, kehadiran Badan Pengelola Investasi Danantara sebagai Sovereign Wealth Fund (SWF) menambah dinamika baru dalam sistem tata kelola perusahaan BUMN.
Danantara kini menjadi pemegang saham seri B, sementara saham seri A tetap dipegang Kementerian BUMN. Perubahan struktur ini memicu perlunya adaptasi dan peran strategis dari auditor internal.
“Pergeseran ini menuntut auditor internal untuk lebih lincah, strategis, dan menguasai kompetensi digital seperti governance foresight dan risk intelligence. Auditor dituntut menjadi penasihat terpercaya dalam menjaga stabilitas fiskal dan mendorong pembangunan berkelanjutan,” ujar Ketua Umum YPIA, Setyanto P. Santosa, dalam konferensi pers, Kamis malam (3/7/2025).
Konferensi KAI 2025 mengangkat tema Shifting Horizon for Internal Auditors: Navigating Emerging Risks, Governance, and Opportunities in 2025.
Tema tersebut mencerminkan urgensi dalam menghadapi berbagai risiko baru serta tantangan tata kelola di tengah perubahan yang berlangsung cepat.
Forum ini membahas sejumlah isu krusial, antara lain ketahanan ekonomi nasional di tengah ancaman risiko global, pencegahan dan penanganan penipuan berbasis teknologi, audit forensik digital dan proses investigasinya, pengelolaan keamanan siber serta audit terhadap kecerdasan buatan (AI), penerapan prinsip agile governance dan integrasi prinsip ESG (Environmental, Social, and Governance), hingga pemanfaatan data analytics dalam tata kelola modern.
Dari konferensi ini, dirumuskan lima rekomendasi utama:
1. Meningkatkan Risk Foresight Leadership untuk merespons fragmentasi global,
2. Memperkuat Agile Governance sebagai fondasi tata kelola masa depan,
3. Membangun ketahanan siber dan tata kelola TI yang kokoh,
4. Menjadikan Data Analytics dan Forensic Intelligence sebagai kompetensi inti,
5. Mendorong kolaborasi lintas sektor dalam menghadapi risiko-risiko baru.
“Dengan mengadopsi pendekatan tata kelola yang lebih holistik, termasuk integrasi ESG, keamanan siber, dan inovasi manajemen risiko, kami berharap semua organisasi, baik di sektor publik, BUMN, maupun swasta, mampu membangun ketahanan menghadapi risiko global dan disrupsi teknologi yang kian kompleks,” pungkas Setyanto.