Pintasan.co, Jakarta – Konflik bersenjata antara Thailand dan Kamboja terus menelan korban.
Tercatat 14 orang tewas, termasuk 13 warga sipil dan seorang prajurit Thailand, akibat serangan roket dan artileri dari pasukan Kamboja.
Peristiwa ini terjadi di wilayah sengketa dekat kompleks kuil Hindu Khmer Ta Muen Thom, sekitar 360 km dari Bangkok.
Militer Thailand menyebut bahwa bentrokan dimulai setelah pasukan Kamboja melancarkan serangan lebih dulu menggunakan drone pengintai, diikuti dengan penembakan dan pengerahan senjata berat.
Tanggapan militer Thailand pun keras: mereka mengerahkan enam jet tempur F-16 dan melancarkan serangan udara yang menghantam sasaran militer di Kamboja.
Namun, versi berbeda disampaikan pihak Kamboja. Kementerian Pertahanan Kamboja menegaskan bahwa serangan balasan mereka merupakan bentuk pertahanan terhadap pelanggaran wilayah oleh pasukan Thailand.
Mereka menuduh Thailand terlebih dahulu menyerbu dan menyerang wilayahnya tanpa alasan yang sah.
Perdana Menteri Kamboja, Hun Manet, dalam pernyataan publiknya menekankan bahwa negaranya mengedepankan perdamaian.
Namun ia mengaku tak memiliki pilihan selain melakukan perlawanan bersenjata karena adanya agresi nyata dari pihak Thailand.
Mantan PM Hun Sen juga mengklaim dua provinsi Kamboja menjadi sasaran tembakan artileri Thailand.
Sementara itu, pihak Thailand menuduh Kamboja melakukan pelanggaran serius terhadap hukum perang, termasuk menyerang rumah sakit di Provinsi Surin.
Menteri Kesehatan Thailand, Somsak Thepsuthin, menyebut tindakan tersebut sebagai kejahatan perang.
Rekaman CCTV menunjukkan warga sipil panik berlindung dari ledakan, sementara lebih dari 40.000 penduduk dari 86 desa perbatasan dievakuasi.
Bentrok juga menyebabkan 14 tentara dan 32 warga sipil terluka. Enam titik di sepanjang perbatasan dilaporkan menjadi lokasi kontak senjata aktif.
Situasi ini mengingatkan pada konflik 2008–2011 yang memakan puluhan korban jiwa dan menyebabkan pengungsian massal.
Ketegangan semakin meningkat sejak Mei lalu, ketika seorang tentara Kamboja tewas dalam kontak tembak singkat.
Situasi memburuk setelah lima tentara Thailand terluka akibat ledakan ranjau darat.
Thailand menuduh ranjau baru ditanam oleh Kamboja, namun pihak Phnom Penh membantah, menyebut ledakan berasal dari ranjau sisa konflik masa lalu dan bahwa tentara Thailand telah keluar dari jalur patroli yang disepakati.
Dampak konflik juga menjalar ke ranah diplomasi. Pemerintah Thailand menarik duta besarnya dari Kamboja dan mengusir duta besar Kamboja dari Bangkok.
Mereka juga menutup seluruh pos lintas batas di bawah pengawasan Angkatan Darat Kedua, serta melarang wisatawan mendekati wilayah konflik.
Partai Pheu Thai yang saat ini memimpin pemerintahan Thailand mengeluarkan larangan keras bagi wisatawan untuk mengakses kawasan perbatasan.
Pelaksana tugas Perdana Menteri Thailand, Phumtham Wechayachai, menegaskan bahwa pemerintah akan bertindak sesuai hukum internasional dan berhati-hati dalam mengambil langkah.
Situasi ini menarik perhatian dunia. China menyatakan keprihatinan mendalam dan menyerukan dialog damai.
Malaysia, melalui PM Anwar Ibrahim yang juga menjabat Ketua ASEAN, mendesak kedua negara menahan diri demi mencegah eskalasi lebih lanjut.
Di dalam negeri, krisis ini juga berdampak pada stabilitas politik Thailand.
Perdana Menteri Paetongtarn Shinawatra tengah diskors karena dituduh melakukan pelanggaran etika dalam menangani konflik perbatasan.
Bocoran percakapannya dengan mantan PM Kamboja, Hun Sen, memicu kontroversi karena dinilai terlalu lunak terhadap pihak Kamboja.
Paetongtarn membela diri dengan menyatakan bahwa ia hanya berusaha mencegah eskalasi lebih luas.