Pintasan.co, Yogyakarta – Memasuki usia ke-20 tahun, Sekar Kedathon tetap konsisten sebagai restoran sekaligus tempat untuk mempelajari sejarah perjalanan Mataram Islam di Yogyakarta.

Tak hanya itu, mereka juga telah memperkenalkan kudapan yang merupakan hasil perpaduan dua kebudayaan Jawa dan China.

“Kami ada menu baru itu Lunpia Gudeg. Lunpia ini kan dari China, dimana dulu banyak saudara China datang ke sini dan Gudeg kan khas Yogyakarta,” kata board of director (BOD) Sekar Kedathon, Aldi Fadlil Diyanto, seusai membuka pesta perayaan ulang tahun Sekar Kedathon ke-20 tahun, pada Sabtu (8/2/2025) malam.

Sementara ini, Lunpia Gudeg dijual untuk buah tangan para pelancong yang datang ke Yogyakarta.

Dia menyatakan bahwa pihaknya berencana menjadikan Sekar Kedathon sebagai destinasi wisata yang lengkap (one stop shopping).

Selama ini, mereka telah memperkenalkan berbagai menu khas dari kerajaan Mataram Islam kepada para pengunjung.

“Kami ada menu signaturenya. Ke depan kami akan bekerjasama di kampung ini untuk tour pengunjung Sekar Kedathon jalan-jalan ke sekitaran Kotagede,” katanya.

Menurut Aldi, pengunjung restoran yang mayoritas wisatawan mancanegara sangat tertarik dengan budaya masa lalu dan cerita-cerita yang terkandung di dalamnya.

Mereka merasa betah menikmati kuliner di restoran tersebut karena bangunan Sekar Kedathon yang ikonik, menggabungkan arsitektur Jawa (Mataram Islam) dan China.

Selain itu, kawasan Kotagede memiliki nilai budaya yang tinggi, mengingat tempat ini dulunya merupakan lokasi Kerajaan Mataram Islam.

Wisatawan juga dapat menjelajahi dan merasakan pengalaman langsung dalam proses pembuatan berbagai barang dari perak khas Kotagede.

“Kami ingin jadi destinasi wisata Kotagede dengan Kerajaan Mataram Islam bisa dikenal lebih luas lagi, lingkup (internasional). Kami juga angkat masakan masa lampau menjadi menu signature agar orang semakin mengenal,” ungkapnya.

Baru-baru ini, mereka meluncurkan kudapan yang diberi nama Lunpia Gudeg hasil dari perpaduan dua kebudayaan Jawa dan China.

Baca Juga :  Anak Kolong: Konflik Generasi dan Pencarian Jati Diri dalam Keluarga Militer