Pintasan.co, Pati – Selain mendapat desakan mundur dari warga, Bupati Pati Sudewo juga diduga terlibat menerima aliran dana korupsi di Direktorat Jenderal Perkeretaapian (DJKA) Kementerian Perhubungan yang saat ini tengah diselidiki Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Kasus ini terjadi ketika Sudewo masih menjabat sebagai anggota DPR RI.
Dugaan tersebut mencuat bersamaan dengan perkembangan penahanan tersangka lain dalam perkara yang sama, yakni Risna Sutriyanto, ASN di Kemenhub.
Keterlibatan Sudewo dalam kasus ini bukan pertama kali mencuat.
Sebelumnya, dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Semarang pada November 2023, terungkap bahwa KPK telah menyita uang senilai Rp3 miliar dari kediaman Sudewo.
Dalam kesaksiannya saat itu, Sudewo mengklaim bahwa uang tersebut merupakan gabungan dari gaji sebagai anggota dewan dan hasil usahanya.
“Uang gaji dari DPR, kan diberikan dalam bentuk tunai,” kata Sudewo saat itu.
Juru Bicara KPK Budi Prasetyo mengonfirmasi nama Sudewo, masuk dalam radar penyidikan kasus suap terkait proyek pembangunan jalur kereta api.
“Benar saudara SDW [Sudewo] merupakan salah satu pihak yang diduga juga menerima aliran commitment fee terkait dengan proyek pembangunan jalur kereta,” ujar Budi di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (13/8/2025).
KPK memastikan akan terus mendalami setiap fakta persidangan dan informasi yang ada.
“Tentu dari informasi ini penyidik akan mendalami dan tentu nanti kami akan update proses penyidikan terkait dengan saudara SDW ini seperti apa,” kata Budi.
Pernyataan KPK tersebut disampaikan pada hari yang sama ketika ribuan warga Pati turun ke jalan pada 13 Agustus 2025 untuk menuntut Sudewo mundur dari jabatannya.
Aksi yang berujung ricuh itu bahkan menyebabkan korban jiwa. Gelombang protes dipicu kebijakan Sudewo yang menaikkan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) hingga 250 persen.
Meski kebijakan itu telah dibatalkan dan Sudewo sudah meminta maaf atas ucapannya yang sempat menantang warga untuk berdemo, desakan agar ia lengser tetap bergema.
Penolakan terhadap kepemimpinan Sudewo juga menguat di arena politik daerah.
DPRD Kabupaten Pati dikabarkan sepakat membentuk panitia khusus (pansus) guna memproses pemakzulan Sudewo dari jabatan bupati.
Dugaan keterlibatannya dalam kasus korupsi berskala nasional yang kembali diungkap KPK semakin mempersempit ruang geraknya di panggung politik Pati.
Massa dari Aliansi Masyarakat Pati Bersatu mendesak DPRD Pati untuk menggunakan hak angket sebagai langkah memakzulkan Bupati Sudewo.
Saat unjuk rasa yang berlangsung ricuh, massa mendatangi Gedung DPRD Pati menuntut pembentukan panitia khusus (pansus) hak angket.
Menanggapi hal itu, DPRD Pati menggelar rapat paripurna dan resmi membentuk pansus guna menelusuri kebijakan Sudewo yang dinilai melanggar hukum, melanggar sumpah jabatan, serta memicu kegaduhan publik.
Pembentukan Pansus Hak Angket ini membuka peluang pemakzulan Bupati Pati Sudewo.
Ketua DPRD Pati, Ali Badrudin, menjelaskan bahwa massa pengunjuk rasa memang meminta pihaknya untuk menggelar rapat paripurna hak angket.
“Hari ini juga kami ditunggui massa, kami melakukan rapat paripurna yang dihadiri 42 orang anggota DPRD, dari total 50 anggota. Dalam rapat paripurna tadi, sesuai tatib DPRD maupun PP nomor 12 tahun 2018, kalau kita mau mengubah jadwal atau rapat yang ada di DPRD kan melalui rapat paripurna, sudah kami dahului rapat paripurna perubahan jadwal. Kemudian tadi diusulkan dari beberapa fraksi, ada 8 pengusul dibentuknya pansus hak angket,” jelas Ali.
Ali mengatakan, Pansus ini beranggotakan 15 orang. Dengan Ketua Teguh Bandang Waluyo, Wakil Ketua Joni Kurnianto, dan Sekretaris Muntamah.
Dia berharap Pansus ini segera bekerja menyikapi kondisi yang terjadi di Pati saat ini.
Terkait pemakzulan Sudewo, Ali menjelaskan bahwa hal tersebut akan bergantung dari hasil kinerja Pansus ini.
“Sesuai cara dan tahapannya, harus kita bentuk angket. Soal pemakzulan, kami bentuk pansus, mereka bekerja sesuai regulasi yang ada, diberi waktu paling lambat 60 hari untuk bekerja. Itu paling lama. Mudah-mudahan tidak sampai 60 hari, Pansus dapat membuat kesimpulan untuk dikirim ke MA (Mahkamah Agung). Nanti MA memberikan keputusannya ke DPRD. Itu yang kami tunggu,” papar dia.