Pintasan.co, Jakarta
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bersama Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) telah melakukan penertiban terhadap tambang emas ilegal yang beroperasi di Dusun Lendek Bare, Kecamatan Sekotong, Lombok Barat.

Penertiban ini dilakukan oleh Tim Koordinasi dan Supervisi KPK, Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan NTB, serta Balai Pengamanan dan Penegakan Hukum LHK untuk wilayah Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara, dengan cara memasang papan larangan penambangan di area hutan yang terkena dampak.

Dian Patria, Kepala Satuan Tugas Koordinasi dan Supervisi Wilayah V KPK, menyatakan bahwa KPK mendampingi Dinas LHK NTB dan Balai Gakkum LHK dalam proses penertiban ini. Tambang ilegal tersebut dianggap merusak lingkungan serta merugikan masyarakat dan negara.

“Hutan dirusak, tambang ilegal memakai merkuri, dan metode yang mereka gunakan sangat berbahaya. Mereka membuat tempat penampungan sebesar lapangan bola dan menyiramnya dengan sianida. Limbahnya sangat beracun. Selama ini, seolah-olah tidak ada intervensi dari negara, ada apa ini?” ujar Dian saat berada di lokasi tambang, Jumat, 4 Oktober 2024.

Pemasangan papan larangan penambangan ini, menurut Dian, hanyalah langkah awal. Ia berharap Dinas LHK, Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) NTB, dan pihak berwenang lainnya dapat melanjutkan penindakan secara lebih lanjut, termasuk aspek hukum pidana.

“Kami mendorong LHK untuk melanjutkan penindakan, jika memungkinkan hingga ke aspek pidananya,” tambahnya.

Pelaksana harian (Plh) Kepala Dinas LHK NTB, Mursal, menyebut tambang ilegal yang ditertibkan ini adalah yang terbesar di Pulau Lombok, bahkan mungkin se-NTB.

“Di Lombok, tambang di Sekotong ini yang terbesar, dan mungkin juga se-NTB,” ujar Mursal.

Ia juga mengungkapkan bahwa tambang tersebut sebelumnya dikelola oleh sejumlah warga negara asing (WNA) asal Cina selama sekitar dua tahun.

Baca Juga :  KPK Beri Pembekalan ke Pimpinan Baru, Nawawi: Biar Cepat Adaptasi

Mereka mengoperasikan tambang di lahan seluas 98,16 hektare, yang sebenarnya masuk dalam wilayah izin usaha pertambangan (IUP) milik PT Indotan Lombok Barat Bangkit (ILBB).

Namun, para WNA tersebut kabur setelah pemukiman mereka dibakar oleh warga pada Agustus lalu.

Mursal menambahkan bahwa PT ILBB tampaknya tidak mengambil tindakan terhadap tambang ilegal tersebut dan baru memasang papan larangan pada Agustus setelah kejadian tersebut diviralkan di media sosial.

“Mereka baru pasang papan larangan setelah saya viralkan di TikTok,” ujarnya.