Pintasan.co, Jakarta – Berlakunya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2025 tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN) pada 24 Februari 2025 menimbulkan kekhawatiran terkait keterbatasan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam menangani kasus yang melibatkan direksi BUMN.

Dua pasal dalam regulasi baru tersebut menjadi sorotan, yaitu Pasal 3X Ayat (1) yang menyatakan bahwa “organ dan pegawai Badan bukan merupakan penyelenggara negara”, serta Pasal 9G yang menegaskan bahwa direksi, dewan komisaris, dan dewan pengawas BUMN juga tidak termasuk kategori penyelenggara negara.

Padahal, menurut Pasal 11 Ayat (1) dalam UU KPK, lembaga antirasuah ini hanya berwenang memproses penyelenggara negara yang diduga terlibat dalam tindak pidana korupsi, atau pihak lain dalam kasus dengan nilai kerugian negara minimal Rp 1 miliar.

Pakar hukum tata negara Feri Amsari menilai bahwa definisi baru dalam UU BUMN ini bisa menjadi celah legalisasi praktik korupsi di perusahaan pelat merah.

Ia menekankan bahwa penghapusan status direksi BUMN sebagai penyelenggara negara akan membuat mereka sulit dijerat KPK, meskipun ada dugaan penyimpangan.

Sementara itu, Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, Budi Fresidy, berpendapat bahwa siapa pun yang terbukti melakukan korupsi seharusnya tetap bisa dijerat hukum.

Ia mengingatkan pentingnya membedakan antara keputusan bisnis yang sah dan tindakan koruptif yang merugikan negara.

Menurutnya, jika tindakan direksi menguntungkan diri sendiri atau kelompok tertentu secara melawan hukum, maka mereka tetap harus bisa diproses oleh aparat penegak hukum, meskipun bukan oleh KPK.

KPK sendiri masih mengkaji dampak dari UU BUMN terhadap kewenangan lembaganya.

Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika Sugiarto, menyatakan bahwa biro hukum dan deputi penindakan sedang menelaah implikasi hukum dari perubahan tersebut.

Baca Juga :  KPK: Masih Bidik Pihak Lain Terkait Kasus Harun Masiku

Ia menegaskan bahwa KPK sebagai pelaksana undang-undang harus mematuhi regulasi yang berlaku.

Menurut Tessa, kajian ini penting dalam konteks mendukung komitmen Presiden Prabowo Subianto dalam pemberantasan korupsi dan efisiensi anggaran negara.

KPK, lanjutnya, akan menyampaikan rekomendasi kepada pemerintah mengenai aspek-aspek dalam UU BUMN yang perlu diperkuat atau diperbaiki guna memastikan efektivitas penegakan hukum.