Pintasan.co, Jakarta – Seluruh jaringan listrik di Kuba padam total pada Jumat (18/10), membuat negara tersebut gelap gulita. Menurut Kementerian Energi Kuba, pemadaman ini disebabkan oleh kegagalan operasional di pembangkit listrik utama.

Akibatnya, ibu kota Kuba, Havana, lumpuh, dengan sekolah-sekolah ditutup, transportasi umum terhenti, dan lampu lalu lintas tidak berfungsi.

Kepala pasokan listrik di Kementerian Energi Kuba, Lazara Guerra, mengumumkan bahwa pembangkit listrik Antonio Guiteras, yang merupakan pembangkit terbesar dari delapan pembangkit listrik tenaga batu bara di negara tersebut, mengalami penghentian mendadak.

“Sistemnya kolaps,” ujar Guerra kepada media pemerintah setempat, dilansir dari Channel News Asia.

Ia menambahkan bahwa pemerintah sedang berusaha memulihkan layanan listrik sesegera mungkin untuk 11 juta penduduk Kuba.

Pemadaman total ini terjadi setelah berminggu-minggu pemadaman listrik yang berlangsung hingga 20 jam per hari di beberapa provinsi di Kuba, yang mendorong Perdana Menteri Manuel Marrero untuk mengumumkan “keadaan darurat energi.”

Pemerintah menangguhkan seluruh layanan publik yang tidak mendesak untuk memprioritaskan pasokan listrik ke rumah-rumah.

Sekolah-sekolah di seluruh Kuba ditutup hingga Senin (21/10), sementara rumah sakit dan fasilitas penting di Havana tetap beroperasi dengan bantuan generator.

Pemadaman listrik telah terjadi sejak lama

Selama tiga bulan terakhir, warga Kuba telah menghadapi pemadaman listrik kronis yang semakin sering terjadi.

Krisis energi nasional Kuba diperkirakan mencapai sekitar 30 persen, namun krisis ini meningkat hingga hampir 50 persen dari kebutuhan negara, memicu frustrasi dan kemarahan warga.

Presiden Kuba Miguel Diaz-Canel menyatakan bahwa pemerintah akan terus bekerja hingga seluruh pasokan listrik pulih.

Dia menyalahkan situasi ini pada kesulitan negara dalam mendapatkan bahan bakar untuk pembangkit listrik, yang dikaitkannya dengan pengetatan embargo perdagangan AS selama enam dekade, yang diperketat di bawah mantan presiden Donald Trump.

Baca Juga :  Sosialisasi FKUB untuk Mencegah Radikalisme dan Terorisme di Surabaya

Kuba saat ini tengah mengalami krisis ekonomi terburuk sejak runtuhnya Uni Soviet, sekutu utama pada awal 1990-an, yang ditandai oleh inflasi tinggi serta kelangkaan makanan, obat-obatan, bahan bakar, dan air.

Tanpa bantuan yang nyata, banyak warga Kuba memilih untuk bermigrasi. Menurut pejabat AS, lebih dari 700 ribu orang memasuki Amerika Serikat antara Januari 2022 dan Agustus 2024.

Meski pihak berwenang Kuba terutama menyalahkan embargo AS, negara itu juga terdampak oleh pandemi COVID-19, yang menghantam sektor pariwisata yang krusial, serta kesalahan manajemen ekonomi.

Untuk memperkuat jaringan listriknya, Kuba telah menyewa tujuh pembangkit listrik terapung dari perusahaan Turki dan menambahkan banyak generator kecil bertenaga diesel.

Pada Juli 2021, pemadaman listrik memicu protes publik besar-besaran di Kuba. Ribuan warga turun ke jalan untuk mengekspresikan keluhan mereka tentang kelaparan dan menyerukan kemerdekaan, sebuah tantangan langka terhadap pemerintah.

Dalam aksi tersebut, satu orang tewas dan puluhan lainnya terluka. Organisasi hak asasi manusia Justicia 11J yang berbasis di Meksiko melaporkan bahwa 600 orang yang ditahan selama kerusuhan masih berada di penjara.

Pada 2022, Kuba juga mengalami pemadaman listrik selama berbulan-bulan, dengan pemadaman harian berjam-jam, yang dipicu oleh pemadaman nasional akibat Badai Ian.