Pintasan.co, Bogor – Dalam hiruk pikuk kehidupan modern, terutama di kota-kota besar Indonesia, tuntutan pekerjaan yang semakin tinggi seringkali membuat garis antara kehidupan profesional dan pribadi menjadi kabur.

Konsep work-life balance yang terdengar begitu ideal, apakah benar-benar dapat diterapkan di tengah budaya kerja yang kompetitif dan ekspektasi masyarakat yang terus berkembang?

Pertanyaan ini menjadi semakin relevan, mengingat dampak signifikan yang dapat ditimbulkan oleh ketidakseimbangan antara pekerjaan dan kehidupan pribadi terhadap kesehatan mental, produktivitas, dan kualitas hidup secara keseluruhan.

Dalam konteks bahasa Indonesia, istilah “work-life balance” lazim diterjemahkan sebagai “keseimbangan kehidupan kerja“. Konsep ini merujuk pada upaya individu dalam menyeimbangkan tuntutan pekerjaan dengan aspek-aspek kehidupan pribadi lainnya, seperti keluarga, rekreasi, dan pengembangan diri.

Secara sederhana, keseimbangan kehidupan kerja tercapai ketika seseorang mampu mengalokasikan waktu dan energi secara seimbang antara tanggung jawab profesional dan personal, sehingga terhindar dari stres yang berlebihan akibat tuntutan pekerjaan.

Seiring dengan semakin maraknya praktik kerja dari rumah dalam beberapa tahun terakhir, tantangan dalam mencapai keseimbangan kehidupan kerja semakin kompleks.

Konsep work-life balance di Indonesia telah mengalami perkembangan yang signifikan, namun masih jauh dari ideal.

Meskipun perusahaan-perusahaan modern, terutama di sektor teknologi, telah mulai mengadopsi kebijakan yang lebih fleksibel untuk mendukung keseimbangan antara pekerjaan dan kehidupan pribadi, tantangan tetap ada.

Sektor-sektor tradisional seperti manufaktur dan perbankan seringkali terbelenggu oleh budaya kerja yang kaku, menuntut jam kerja panjang dan mengabaikan pentingnya waktu luang.

Persepsi yang keliru bahwa produktivitas semata-mata ditentukan oleh jumlah jam kerja masih mengakar kuat dalam masyarakat kita.

Padahal, bukti telah menunjukkan bahwa karyawan yang memiliki keseimbangan hidup yang baik cenderung lebih produktif, kreatif, dan loyal terhadap perusahaan.

Baca Juga :  Spirit Perjuangan HMI : Menginternalisasi Nilai Dasar Perjuangan Melalui Teologi, Kosmologi dan Antropologi untuk Mewujudkan Keadilan Sosial

Untuk mewujudkan work-life balance yang lebih baik, diperlukan upaya bersama dari berbagai pihak. Pemerintah perlu merumuskan kebijakan yang lebih mendukung keseimbangan hidup, sementara perusahaan harus lebih proaktif dalam menciptakan lingkungan kerja yang sehat dan fleksibel.

Perubahan budaya kerja juga menjadi kunci, di mana kesejahteraan karyawan menjadi prioritas utama. Dengan demikian, kita dapat menciptakan tempat kerja yang tidak hanya produktif, tetapi juga lebih manusiawi.

Mengapa Work Life Balance Itu Penting?

Perusahaan yang peduli pada karyawannya biasanya berusaha menciptakan keseimbangan antara pekerjaan dan kehidupan pribadi.

Dengan adanya keseimbangan tersebut, karyawan dapat menjaga kesehatan mental mereka dan merasa lebih bahagia.

Karyawan yang merasa bahagia umumnya dapat mencapai produktivitas yang optimal. Work-life balance juga penting karena beberapa alasan berikut:

  1. Mengurangi stres terkait pekerjaan.
  2. Meningkatkan kesehatan mental, karena karyawan dapat mengatur waktu antara pekerjaan dan urusan pribadi sehingga lebih mudah mengelola emosi dan pikiran negatif.
  3. Membantu menciptakan rutinitas yang mendukung kesehatan fisik, seperti berkumpul dengan keluarga, mendapatkan tidur yang cukup, berolahraga, dan menjaga pola makan sehat.
  4. Meningkatkan fokus saat bekerja, karena waktu pribadi dan jam kerja dapat dikelola dengan baik sehingga tidak saling mengganggu.
  5. Mempererat hubungan dengan keluarga, teman, dan rekan kerja, yang berperan penting dalam kehidupan sosial dan profesional.

Penulis: Umi Hanifah (Content Writer Pintasan.co)