Pintasan.co, GarutAhmad Nasir Ginanjar, seorang Penyuluh Pertanian dari Dinas Pertanian Kabupaten Garut, berhasil melangkah ke tahap final dalam kompetisi ASN Berprestasi Tingkat Jawa Barat pada Sabtu, 12 Oktober 2024.

Dalam wawancara di kediamannya, Ahmad menceritakan proses panjang yang membawanya meraih prestasi ini. Perjalanannya menuju kompetisi dimulai awal tahun 2024, ketika Kepala Dinas Pertanian menunjuknya sebagai perwakilan.

Awalnya, Ahmad merasa ragu untuk ikut serta, mengingat selama empat tahun terakhir Dinas Pertanian—tempat ia telah mengabdi selama tujuh tahun—tidak pernah mengirimkan kandidat dalam kompetisi tersebut. Namun, dukungan dari Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Kabupaten Garut akhirnya mendorongnya untuk menerima tantangan tersebut.

Dari tiga kategori yang ada (Inspiratif, Pemimpin Masa Depan, dan Inovatif), Ahmad memilih kategori Inovatif, karena ia merasa kategori tersebut paling sesuai dengan karya yang telah ia ciptakan.

Inovasinya berjudul “Peningkatan Nilai Tambah Petani dengan Penggunaan Mini Huller Padi Portable Berbahan Bakar Gas.”

Inovasi ini terinspirasi dari kekhawatirannya akan menurunnya keuntungan yang diperoleh para petani penggarap padi di Garut, akibat meningkatnya biaya produksi. Ahmad melihat banyak petani menyerahkan lahan mereka kepada pemilik sawah karena usaha tani padi sudah tidak lagi menguntungkan.

“Terus saya kaji kenapa ini terjadi gitu, ya ternyata analisa usaha padi itu makin nggak profitable ,” ungkapnya.

Ia kemudian mencari solusi untuk meningkatkan pendapatan petani, khususnya melalui inovasi pada proses pasca panen.

Setelah melakukan riset mendalam, dan konsultasi dengan akademisi serta peneliti, Ahmad berhasil menciptakan mesin penggiling padi portable yang menggunakan bahan bakar gas, sebuah inovasi yang belum pernah ada di Indonesia.

“Mesin ini lebih efisien dalam penggunaan bahan bakar dan menghasilkan rendemen (jumlah yang dihasilkan) padi yang lebih tinggi dibandingkan mesin penggiling eksisting (konvensional),” ujar Ahmad.

Keberhasilannya dalam menciptakan inovasi ini, diakui oleh HaKI (Hak Kekayaan Intelektual) atau hak cipta yang telah diterbitkan oleh Kementerian Hukum dan HAM.

Ahmad juga menguji kehandalan mesinnya di Balai Mekanisasi Pertanian, Jawa Barat, yang menunjukkan bahwa mesin tersebut mampu menggiling padi dengan efisiensi yang lebih tinggi dari mesin eksisting.

“Dan setiap mesin itu ternyata wajib diuji. Kalau nggak diuji, dan itu diperjual belikan, itu bisa kena perdata. Ini memang pertama untuk menshahihkan hasil mutu,” paparnya.

Perjalanan Ahmad Nasir Ginanjar dalam kompetisi ini tidaklah mudah. Dari 300 lebih peserta dari berbagai kabupaten/kota dan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) di Provinsi Jawa Barat, ia berhasil lolos hingga tahap kedua yang diikuti oleh 100 kontestan.

Pada tahap presentasi di hadapan juri dari berbagai universitas terkemuka, Ahmad berhasil meyakinkan dewan juri tentang dampak besar dari inovasinya bagi kesejahteraan petani, yang kemudian membawanya ke enam besar, meski dengan inovasinya ini ia harus merogoh sakunya untuk membiayai mesin mini huller ini hampir 10 juta rupiah.

Baca Juga :  Perubahan Kepemimpinan di Parepare: Harapan dan Tantangan Bagi Hayat Gani

Mesin Mini Huller Padi Portable Berbahan Gas ciptaan pria berkacamata minus ini ini menunjukkan beberapa keunggulan signifikan dibandingkan mesin penggilingan padi eksisting berbahan bakar solar.

Mesin ini menggunakan gas sebagai bahan bakar utama, yang jauh lebih murah dan ramah lingkungan. Penggunaan gas mengurangi biaya operasional hingga sekitar 50 persen, sehingga lebih ekonomis bagi petani.

Ahmad secara rinci menggambarkan bagaimana efisiennya mesin ini. Biaya operasional bahan bakar dikalkulasi sangat murah, di mana hasil uji menunjukkan, dalam waktu satu jam menggiling, musin ini hanya menghabiskan 0,84 Kg gas, dan mampu menggiling 118 Kg beras, sehingga untuk satu tabung gas 3 Kg mampu menggiling 4 kuintal beras.

“Jika di asumsikan satu tabung gas 22 ribu rupiah per tabung, maka biaya penggilingan hanya Rp. 55 per kilogram,” jelasnya.

Sedangkan rendemen padi, dibanding mesin eksisting menggunakan bahan bakar solar, menghasilkan berkisar antara 60-62 persen. Ini berarti dari setiap 100 kilogram gabah, hanya sekitar 60-62 kilogram beras yang diperoleh.

Sementara, mesin mini hulller portable berbahan gas, dari hasil uji laboratorium menghasilkan 68 persen lebih besar 6 persen dari eksisting karena proses penggilingannya hanya memerlukan sekali pengilingan, sehingga beras tidak sering tersosoh.

Artinya, dari 100 kilogram gabah, petani bisa mendapatkan 65-68 kilogram beras. Peningkatan ini memberikan keuntungan lebih bagi petani, terutama dalam meningkatkan hasil produksi mereka.

Selain itu dengan harga harga relatif murah dan desain yang portable serta dimensi ruang yang kecil (lebar 60 cm, panjang 110 cm dan tinggi 120 cm).

“Mesin ini tidak memakan tempat apalagi suaranya tidak bising, sehingga cocok menggiling di tengah pemukiman,” ucapnya.

Terlebih, kualitas yang dihasilkan dari mesin ini dapat menghasilkan beras dengan kualitas yang lebih baik, dan lebih menguntungkan untuk dijual di pasar.

Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Garut Haeruman turut mengungkapkan rasa bangganya atas prestasi yang diraih bawahannya. Ia menyebut, hanya dengan satu tabung gas 3 kg, mesin ini dapat menggiling hingga 400 kilogram beras dengan biaya penggilingan per kilogramnya hanya 55 rupiah.

“Ini jauh lebih murah dibandingkan penggilingan konvensional yang memakan biaya sekitar Rp. 700 per kilogram,” ucapnya.

Selain mesin mini huller, Haeruman menambahkan, stafnya juga sedang mengembangkan mesin pengolah sampah anorganik yang mampu menghasilkan listrik melalui sistem kompleks yang berbasis pada termodinamika dan teknologi pltu.

“Sebuah inovasi yang luar biasa dan menjawab tantangan masa kini,” tuturnya penuh bangga.