Pintasan.co, Jakarta – Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menegaskan tidak akan merevisi kebijakan pencairan dana desa meskipun mendapat protes dari kepala desa se-Indonesia. Bendahara Negara itu menyatakan aturan yang telah ditetapkan tetap dijalankan.
Purbaya menjelaskan, penyaluran Dana Desa tahap II tahun 2025 mencapai sekitar Rp7 triliun. Namun, sebagian dana tersebut ditahan oleh pemerintah pusat untuk mendukung pembiayaan program Koperasi Desa/Kelurahan (Kopdes/Kel) Merah Putih.
“Ada sebagian dana yang dialokasikan untuk pembiayaan Koperasi Merah Putih. Jadi kebijakan ini tidak berubah meskipun ada aksi demonstrasi. Silakan saja menyampaikan aspirasi, tetapi kebijakan tetap berjalan,” ujar Purbaya saat memberikan keterangan pers di Jakarta Pusat, Selasa (23/12/2025).
Ia menambahkan, skema pemanfaatan dana desa memang mengalami penyesuaian seiring pelaksanaan program Kopdes Merah Putih.
Dari total anggaran Dana Desa sekitar Rp60 triliun per tahun, sebesar Rp40 triliun akan digunakan untuk mencicil biaya pembangunan koperasi tersebut.
Dana tersebut dialokasikan untuk membayar kewajiban PT Agrinas Pangan yang ditunjuk pemerintah dalam pembangunan infrastruktur Kopdes Merah Putih.
Perusahaan tersebut memperoleh pendanaan melalui pinjaman bank-bank BUMN, yang kemudian akan dicicil oleh pemerintah selama enam tahun melalui Dana Desa.
“Sekitar Rp40 triliun per tahun selama enam tahun digunakan untuk membayar utang sebesar Rp240 triliun guna pembangunan kurang lebih 80 ribu Koperasi Merah Putih,” jelas Purbaya dalam kesempatan sebelumnya.
Sebagaimana diketahui, pada Senin (8/12), Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (Apdesi) menggelar aksi unjuk rasa di kawasan Monas, Jakarta Pusat.
Mereka mendesak Presiden Prabowo Subianto mencabut sejumlah regulasi, khususnya Peraturan Menteri Keuangan Nomor 81 Tahun 2025 yang mengatur mekanisme pencairan Dana Desa.
Para kepala desa menilai regulasi tersebut menyebabkan terhambatnya penyaluran Dana Desa tahap II dan mengalihkan sebagian besar anggaran untuk program-program yang dinilai berada di luar kewenangan pemerintah desa.
