Pintasan.co, New YorkMenteri Luar Negeri Republik Indonesia, Retno Marsudi, kembali mengukuhkan komitmen Indonesia dalam memperjuangkan nasib rakyat Palestina di tengah ketidakmampuan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menghentikan serangan Israel yang berlangsung selama 11 bulan terakhir.

Dalam pertemuan tingkat Menteri Gerakan Non-Blok (Non-Aligned Movement/NAM) yang digelar di New York, Amerika Serikat, Retno menyuarakan kritik tajam terhadap PBB dan dunia internasional yang dinilai gagal memberikan solusi konkret terhadap konflik yang tak kunjung usai.

Dalam pidatonya, Retno menyampaikan kekhawatiran mendalam terkait situasi Palestina yang semakin memburuk, bukan sekadar sebagai persoalan konflik regional, tetapi sebagai serangan langsung terhadap prinsip dasar sistem multilateral yang dijunjung tinggi oleh dunia internasional. Ia menekankan bahwa keadaan ini tidak bisa dipandang sebelah mata dan harus direspons dengan tindakan nyata oleh komunitas internasional.

Serangan Terhadap Fondasi Multilateralisme

Menlu Retno menggarisbawahi bahwa isu Palestina bukan hanya mengenai konflik politik, tetapi lebih luas lagi, merupakan tantangan terhadap fondasi hukum internasional. “Ini adalah serangan terhadap prinsip-prinsip dasar yang seharusnya dijaga oleh sistem multilateral,” ujar Retno di hadapan para Menteri Luar Negeri anggota NAM.

Menurutnya, saat ini ada kekosongan dalam penegakan hukum internasional yang memberikan ruang bagi pelanggaran hak asasi manusia dan hukum humaniter tanpa konsekuensi yang jelas.Retno juga menyoroti bagaimana ketidakadilan hukum internasional semakin memperburuk situasi.

Selektivitas dalam penerapan hukum serta adanya impunitas global telah menciptakan frustrasi di kalangan negara-negara Global South. Ia menggambarkan situasi ini sebagai bukti nyata dari ketidakmampuan komunitas internasional untuk menegakkan keadilan secara adil dan merata, terutama ketika dihadapkan dengan kekuatan geopolitik besar.

Geopolitik dan Impunitas: Isu Global yang Mengeruhkan Perdamaian

Di tengah perpecahan geopolitik di antara kekuatan-kekuatan besar, Retno menekankan bahwa dunia saat ini menghadapi tantangan berat dalam menjaga komitmen terhadap hak asasi manusia dan hukum humaniter internasional.

Baca Juga :  Menteri P2MI Bentuk Tim Advokasi Setelah WNI Ditembak di Malaysia

“Geopolitik yang terpecah telah menciptakan situasi di mana satu negara dapat bertindak dengan bebas dari hukuman, mengabaikan hak asasi manusia tanpa adanya sanksi atau konsekuensi. Ini adalah situasi yang tidak bisa kita toleransi,” kata Retno tegas.

Ia mengajak negara-negara anggota Gerakan Non-Blok untuk mempertanyakan peran mereka dalam situasi ini. “Sebagai kelompok negara terbesar di PBB, kita harus bertanya kepada diri kita sendiri, bagaimana kita dapat menghentikan ini semua?” ujarnya, mengundang refleksi dan komitmen bersama dari negara-negara yang hadir.

Semangat Bandung dan Perjuangan untuk Palestina

Menjelang peringatan 70 tahun Konferensi Asia Afrika di Bandung pada tahun 2025, Menlu Retno mengingatkan pentingnya memperkuat kembali “Semangat Bandung” – sebuah semangat solidaritas, perdamaian, dan kerjasama antarbangsa yang pernah menjadi landasan kuat perjuangan bagi negara-negara yang baru merdeka, termasuk Palestina.

“Semangat ini harus kita hidupkan kembali, terutama dalam konteks perjuangan rakyat Palestina. Ini adalah panggilan moral bagi kita semua untuk bersatu, mendukung hak-hak Palestina dan menegakkan keadilan,” serunya.

Retno menyatakan bahwa saatnya bagi negara-negara Global South untuk mengakhiri retorika tanpa tindakan dan mengambil peran lebih besar dalam memperjuangkan hak-hak rakyat Palestina. Ia menegaskan bahwa dukungan terhadap Palestina bukan hanya soal kepentingan regional, tetapi juga merupakan upaya melindungi integritas hukum internasional dan menjaga perdamaian global.

Tuntutan untuk Bertindak Nyata

Pada akhir pidatonya, Retno Marsudi menekankan bahwa dunia tak bisa lagi menutup mata terhadap penderitaan yang terus menerus dialami oleh rakyat Palestina. Ia mengajak Gerakan Non-Blok untuk memainkan peran lebih besar dalam mendesak PBB serta komunitas internasional agar mengambil tindakan nyata dan efektif guna mengakhiri kekerasan serta memberikan solusi damai yang berkelanjutan.

“Ini bukan hanya masalah Palestina, ini adalah masalah kita semua sebagai bangsa yang menjunjung keadilan, kemanusiaan, dan perdamaian,” pungkasnya.