Pintasan co, Jakarta – Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) tengah mempertimbangkan usulan yang cukup mengejutkan, yaitu menerapkan sistem partai politik dalam pencalonan dan pemilihan kepala desa (Pilkades).
Usulan ini muncul sebagai bagian dari rencana revisi Undang-Undang Partai Politik, yang juga akan mencakup harmonisasi dengan sejumlah undang-undang terkait, seperti UU Pemilu.
Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Ahmad Doli Kurnia menjelaskan bahwa pada dasarnya, Pilkades saat ini telah memiliki unsur politik yang mengarah pada sistem partai, meskipun tidak secara resmi menggunakan label partai politik nasional atau daerah.
Menurutnya, calon kepala desa nantinya bisa diajukan oleh kelompok politik tertentu di desa, tanpa harus terafiliasi sebagai kader partai politik resmi.
“Selama ini sebenarnya mereka sudah menggunakan mekanisme serupa partai, hanya saja mungkin dinamai berbeda seperti ‘partai nangka’, ‘partai pepaya’, atau ‘partai kambing’. Intinya, sistem partai sudah menjadi bagian dari Pilkades,” kata Doli dalam keterangan resmi yang diunggah di laman DPR pada Sabtu (2/11/2024).
Doli menilai bahwa penerapan sistem partai pada Pilkades dapat memperkuat sistem politik di tingkat desa. Hal ini, menurutnya, akan menjawab kritik yang selama ini menilai partai politik kurang mampu menjangkau kelompok masyarakat terkecil.
Dengan adanya afiliasi politik dalam Pilkades, diharapkan dapat terbentuk struktur politik yang lebih baik hingga ke tingkat desa.
Rencana ini sejalan dengan upaya DPR untuk mengubah Komisi Pemilihan Umum (KPU) menjadi lembaga ad hoc yang akan dibentuk dua tahun sebelum pelaksanaan Pemilu dan Pilkada.
Namun, jika Pilkades menggunakan sistem partai, KPU akan tetap memiliki tugas aktif di luar tahun pemilihan umum.
KPU pun dapat menjadi lembaga permanen untuk mempersiapkan dan mengawasi Pilkades yang tidak dilaksanakan serentak.
“Korban jiwa saat pelaksanaan Pilkades cenderung lebih banyak dibandingkan dengan pemilihan legislatif atau kepala daerah,” kata Doli.