Pintasan.co, Jakarta – Kelompok pejuang Palestina, Hamas, mengumumkan bahwa mereka berencana membebaskan Idan Alexander, sandera berkewarganegaraan Israel-Amerika, sebagai bagian dari proses menuju tercapainya gencatan senjata di Jalur Gaza.

Dalam pernyataannya, Hamas menyebut bahwa pembebasan ini merupakan hasil dari pembicaraan positif dengan Amerika Serikat dalam beberapa hari terakhir, yang dimediasi oleh sejumlah negara, guna mendorong kesepakatan gencatan senjata yang lebih luas.

Alexander, seorang tentara yang tergabung dalam unit infanteri elit dan kini menjadi satu-satunya sandera Amerika yang masih hidup di Gaza, disebut akan dibebaskan sebagai bagian dari langkah awal menuju perjanjian gencatan senjata, pembukaan kembali perbatasan, dan pengiriman bantuan kemanusiaan ke wilayah tersebut.

Hamas juga menyatakan kesiapan untuk memulai perundingan intensif dalam waktu dekat guna mencapai kesepakatan akhir gencatan senjata, pertukaran tahanan, serta pembentukan otoritas independen untuk mengelola Gaza.

Mereka menegaskan bahwa langkah tersebut diperlukan untuk menjamin stabilitas jangka panjang, rekonstruksi wilayah, dan pencabutan blokade Israel.

Kelompok itu menyampaikan apresiasi terhadap peran Qatar, Mesir, dan Turki dalam proses mediasi.

Menurut estimasi Israel, saat ini masih ada 59 sandera di Gaza, 21 di antaranya diyakini masih hidup.

Sementara itu, lebih dari 9.900 warga Palestina ditahan di penjara-penjara Israel, di tengah laporan pelanggaran hak asasi manusia, termasuk penyiksaan dan pengabaian medis yang menyebabkan kematian.

Kantor Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menyebut bahwa Washington telah memberi tahu Israel terkait rencana Hamas membebaskan Alexander secara sepihak sebagai bentuk niat baik, tanpa syarat atau imbalan apa pun.

Pemerintah Israel menganggap langkah ini bisa membuka jalan bagi negosiasi untuk pembebasan sandera lainnya, berdasarkan usulan awal dari utusan Presiden AS, Donald Trump, untuk Timur Tengah, Steve Witkoff, yang sebelumnya telah diterima oleh Israel.

Baca Juga :  Sanksi FIFA untuk Bahrain, Timnas Indonesia Diuntungkan di Laga Kualifikasi Piala Dunia?

Pemerintah Israel menyatakan bahwa mereka sedang bersiap menyambut kemungkinan pembebasan Alexander.

Meski demikian, pernyataan resmi menegaskan bahwa Israel tetap berkomitmen pada tujuan perang dan tidak akan bernegosiasi di bawah tekanan.

Sementara itu, media Israel melaporkan bahwa pembebasan Alexander kemungkinan akan memicu gencatan senjata singkat yang berlangsung beberapa jam.

Sebagai bagian dari pengaturan ini, Israel disebut akan membuka perbatasan untuk mengizinkan masuknya bantuan kemanusiaan ke Gaza, tanpa melakukan pertukaran tahanan.

Channel 13 menyebut bahwa Israel tidak dilibatkan dalam kesepakatan tersebut dan baru mendapat informasi setelah perjanjian dikonfirmasi, sementara Channel 12 melaporkan bahwa Hamas memang menunjukkan indikasi akan membebaskan Alexander dalam beberapa hari terakhir.

Rencana pembebasan ini berlangsung menjelang kunjungan Donald Trump ke Arab Saudi, Qatar, dan Uni Emirat Arab, yang dijadwalkan mulai Selasa hingga Jumat, tanpa rencana singgah di Israel.

Kunjungan ini dilaporkan terjadi di tengah meningkatnya ketegangan antara Trump dan Netanyahu, termasuk dugaan pemutusan komunikasi langsung karena adanya ketidakpercayaan politik.

Usulan Witkoff yang disampaikan Maret lalu mencakup pembebasan lima sandera Israel, gencatan senjata selama 50 hari, pembebasan tahanan Palestina, pengiriman bantuan ke Gaza, dan dimulainya tahap kedua perundingan.

Hamas menyatakan tidak menolak usulan itu, tetapi menuduh Netanyahu mencoba menggagalkannya demi melanjutkan perang.

Sejak Oktober 2023, lebih dari 52.800 warga Palestina telah terbunuh akibat serangan militer Israel di Gaza, mayoritas adalah perempuan dan anak-anak.

Pengadilan Kriminal Internasional juga telah mengeluarkan surat penangkapan terhadap Netanyahu dan mantan Menteri Pertahanan Yoav Gallant atas dugaan kejahatan perang. Israel pun tengah menghadapi gugatan genosida di Mahkamah Internasional.