Pintasan.co, Yogyakarta – Para pelaku pariwisata di Yogyakarta didorong untuk menciptakan pengalaman yang dapat membuat wisatawan tinggal lebih lama, sehingga dampak ekonominya dapat lebih dirasakan.
Anita Verawati, Kepala Bidang Pemasaran Pariwisata Dinas Pariwisata DIY, menyampaikan bahwa pola pariwisata di Yogyakarta saat ini mulai mengalami perubahan.
“Sebenarnya sekarang kita lihat kunjungan sudah luar biasa. Tapi, setelah pandemi kemarin, kita mulai bergeser dari mass tourism ke quality tourism,” katanya, dalam sesi diskusi ‘Kopdar #4 Pelaku Wisata Jogja’, di Kota Yogya, Rabu (15/1/25).
Dengan demikian, sasaran yang ingin dicapai bukan hanya peningkatan jumlah kunjungan wisatawan, tetapi juga terkait durasi menginap serta pengeluaran mereka selama berada di destinasi.
Sebagai tambahan informasi, pada tahun 2024, Dispar DIY menetapkan target rata-rata durasi menginap wisatawan selama 1,95 hari dengan pengeluaran sekitar Rp2,9 juta.
“Kalau kunjungannya kan sudah luar biasa, liburan atau ngga liburan sekolah, itu bus besar di mana-mana. Tapi, apakah mereka punya dampak pada perekonomian di DIY? Maka, kami harapkan ada peningkatan di length of stay dan spending money,” tambah Vera.
Ia berharap seluruh anggota Pelaku Wisata Jogja dapat menghadirkan produk yang mampu mendorong wisatawan untuk memperpanjang masa kunjungan mereka.
Menurutnya, diperlukan inovasi yang dapat memberikan pengalaman lebih bagi wisatawan agar destinasi yang dikunjungi terasa lebih menarik dan tidak terkesan monoton atau repetitif.
“Misalnya, ketika mereka dulu datang ke toko batik hanya sekadar membeli, sekarang diharapkan wisatawannya bisa diajak membatik sekalian. Jadi mereka bisa lebih lama tinggalnya,” ungkapnya.
Ketua Pelaku Wisata Jogja, Dipo Wirodimedjo, menyatakan bahwa pihaknya sepenuhnya memahami perubahan paradigma pariwisata Yogyakarta yang kini beralih ke konsep quality tourism.
Untuk mendukung hal tersebut, seluruh 533 anggotanya, yang meliputi sektor rental, hotel, agen perjalanan, restoran, spa, destinasi wisata, paguyuban transportasi tradisional, dan lainnya, terus berupaya meningkatkan kualitas layanan mereka.
“Kita sangat memahami itu. Untuk menerapkannya, kami selalu meng-upgrade segala bidang, baik dari segi layanan, maupun sumber daya manusianya. Pelatihan-pelatihan yang digelar Dinas Pariwisata selalu kami ikuti,” tandasnya.
Namun, ia mengakui bahwa situasi saat ini masih bersifat dilematis karena daya beli masyarakat belum sepenuhnya bangkit.
Hal ini didasarkan pada pengamatannya terhadap tingginya jumlah kunjungan wisatawan sepanjang tahun 2024, yang sayangnya tidak memberikan dampak ekonomi yang signifikan.
“Kami mengutamakan quality toursim. Tapi, itu tergantung juga pada kondisi ekonomi. Karena sekarang kita lihat situasinya memang sedang sulit, banyak PHK di mana-mana, sehingga pasti berpengaruh pada sektor pariwisata,” jelasnya.
Menanggapi situasi tersebut, pihaknya berusaha meningkatkan sinergi di antara seluruh anggota Pelaku Wisata Jogja yang tersebar di berbagai wilayah DI Yogyakarta.
Dengan langkah ini, kebutuhan wisatawan selama berlibur di Yogyakarta dapat terpenuhi secara terintegrasi melalui anggota komunitas tersebut.
“Kita saling back up. Misal, ada tamu yang mau menginap ke home stay A tapi ternyata penuh, otomatis akan direkomendasikan ke home stay lain milik anggota. Karena kami sudah yakin pada tingkat keamanan dan kenyamanannya,” ujarnya.