Pintasan.co – Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) akhirnya mengesahkan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP) menjadi undang-undang pada Selasa (18/11).
Pengesahan dilakukan di tengah gelombang demonstrasi mahasiswa yang memenuhi sejumlah titik serta kritik tajam dari berbagai kelompok masyarakat sipil.
Ketua Komisi III DPR, Habiburokhman, menolak anggapan bahwa pembahasan RKUHAP berlangsung tergesa-gesa. Ia menegaskan bahwa hampir seluruh materi yang tertuang dalam regulasi baru tersebut merupakan hasil dari proses serap aspirasi. Menurutnya, 99,9 persen substansi perubahan berasal dari masukan masyarakat.
Namun, klaim tersebut dibantah oleh Koalisi Masyarakat Sipil. Kelompok ini justru melaporkan 11 anggota Panitia Kerja (Panja) RKUHAP ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) atas dugaan pelanggaran etik.
Mereka menilai proses penyusunan tidak memenuhi prinsip partisipasi bermakna serta menyebut nama koalisi kerap dicatut dalam dokumen pembahasan.
Selain menyoroti minimnya ruang partisipatif, koalisi juga menilai proses legislasi berlangsung tertutup dan tidak transparan, sehingga pengesahan RKUHAP dinilai belum layak dilakukan.
Sementara itu, pemerintah memastikan bahwa KUHAP yang baru akan mulai berlaku pada 2 Januari 2026. Menjelang implementasi, sekitar 18 aturan turunan tengah dipersiapkan, termasuk tiga Peraturan Pemerintah (PP) yang wajib diterbitkan untuk menjamin keberjalanan sistem hukum acara pidana yang baru tersebut.
Dengan pengesahan ini, perdebatan antara pemerintah, DPR, dan kelompok masyarakat sipil diperkirakan masih akan terus berlangsung hingga aturan pelaksana disusun dan diterapkan.
