Pintasan.co – Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan uji materi Pasal 239 ayat (2) huruf d Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, dan DPRD (UU MD3) yang meminta agar rakyat dapat diberi kewenangan memberhentikan anggota DPR RI. Putusan tersebut dibacakan dalam sidang pleno di Gedung MK, Jakarta, Kamis (26/11/2025).

“Menolak permohonan para pemohon untuk seluruhnya,” ujar Ketua MK Suhartoyo saat membacakan amar putusan perkara nomor 199/PUU-XXIII/2025.

Tidak Sejalan dengan Demokrasi Perwakilan

Dalam pertimbangannya, MK menilai seluruh dalil yang diajukan pemohon tidak beralasan secara hukum. Mahkamah menegaskan bahwa gagasan untuk memberi hak recall kepada konstituen tidak sesuai dengan prinsip dasar demokrasi perwakilan yang dianut dalam sistem politik Indonesia.

Hakim Konstitusi M. Guntur Hamzah menjelaskan bahwa Pasal 22E ayat (3) UUD 1945 telah menegaskan peserta pemilu untuk memilih anggota DPR dan DPRD adalah partai politik. Oleh karena itu, partai politik pula yang berwenang melakukan pemberhentian antarwaktu (PAW).

“Mekanisme yang demikian merupakan wujud pelaksanaan demokrasi perwakilan,” kata Guntur.

Ia menambahkan bahwa memberikan kewenangan yang sama kepada pemilih untuk mengusulkan PAW justru bertentangan dengan sistem tersebut.

Berpotensi Timbulkan Ketidakpastian Hukum

MK juga menilai tuntutan agar pemilih dapat memberhentikan anggota DPR identik dengan mengulang proses pemilu di daerah pemilihan yang bersangkutan. Hal ini, menurut Mahkamah, berisiko menciptakan ketidakpastian hukum.

“Karena tidak dapat dipastikan pemilih yang pernah memberikan hak pilihnya kepada anggota DPR dan anggota DPRD yang akan diberhentikan pada waktu dilaksanakan pemilihan umum,” tutur Guntur.

Recall Tidak Boleh Sewenang-wenang

Terkait kekhawatiran pemohon mengenai potensi dominasi atau tindakan sewenang-wenang oleh partai politik dalam pemberhentian anggota legislatif, MK menilai hal tersebut telah memiliki mekanisme pengawasan.

Baca Juga :  PAN Konsisten Dukung Prabowo untuk Pilpres 2029 Meski Threshold Ditiadakan

Mahkamah menegaskan kembali bahwa proses PAW tidak boleh dijalankan secara sembarangan ataupun melanggar ketentuan hukum. Penegasan ini sebelumnya juga terdapat dalam sejumlah putusan MK, yakni Putusan Nomor 008/PUU-IV/2006, 38/PUU-VIII/2010, dan 22/PUU-XXIII/2025.

Menurut Guntur, penilaian mengenai kelayakan seorang anggota DPR juga melibatkan Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) sebagai alat kelengkapan yang bertugas menjaga integritas institusi.

Pemilih Bisa Ajukan Keberatan ke Partai

Guntur menambahkan, apabila publik menilai seorang anggota DPR atau DPRD tidak lagi layak menjabat, mereka dapat menyampaikan keberatan langsung kepada partai politik yang bersangkutan. Pemilih dapat meminta partai untuk mengusulkan PAW terhadap yang bersangkutan.

“Bahkan sesuai dengan regularitas waktu penyelenggaraan pemilihan, pemilih seharusnya tidak memilih kembali anggota DPR atau anggota DPRD yang dianggap bermasalah pada pemilu berikutnya,” ujarnya.