Pintasan.co, Makassar – Majelis Ulama Indonesia (MUI) Sulawesi Selatan menyampaikan imbauan kepada para jemaah haji, khususnya yang kembali melalui embarkasi Makassar, untuk menjaga penampilan tetap sederhana sepulang dari ibadah haji.

MUI mengingatkan bahwa meskipun gembira menyambut keluarga adalah hal wajar, sebaiknya tidak ditunjukkan secara berlebihan, apalagi hingga terkesan pamer.

Sorotan publik sempat tertuju pada sejumlah jemaah haji yang mengenakan busana mencolok lengkap dengan perhiasan saat tiba di Asrama Haji Sudiang, Makassar, Kamis (12/6).

Salah satunya adalah Santi (41), jemaah asal Kabupaten Pinrang, yang tampil mengenakan kebaya berhias manik-manik serta berbagai aksesoris.

Ia mengaku perhiasan yang dipakainya bukan dari emas, melainkan suvenir yang dibeli saat di Madinah.

“Ini cuma perhiasan biasa, bukan emas. Harganya juga murah, sekitar Rp 200 ribu totalnya,” ujarnya.

Hal serupa juga dilakukan Rusnah (40), yang mengaku membeli seperangkat perhiasan di Madinah dengan harga bervariasi, dari Rp 50 ribu hingga Rp 600 ribu.

Sekretaris Komisi Fatwa MUI Sulsel, Syamsul Bahri Abd Hamid, menyampaikan bahwa kebiasaan jemaah haji di Sulsel tampil glamor bukan hal baru.

Menurutnya, adat istiadat memang berperan, namun tetap harus ada batasnya.

“Agama tidak melarang berhias. Namun, jika sudah berlebihan, penuh kebanggaan diri, apalagi bermaksud pamer, itu tidak dianjurkan. Allah tidak menyukai sikap bermegah-megahan,” jelasnya, Minggu (14/6).

Syamsul menambahkan bahwa MUI tidak sampai mengeluarkan fatwa terkait hal ini karena masih dalam ranah budaya lokal.

Meski demikian, ia menilai edukasi tetap diperlukan, agar masyarakat lebih paham pentingnya kesederhanaan pasca-haji.

“Kadang-kadang yang tampil mencolok itu karena kurangnya edukasi. Ini lebih kepada masalah kebiasaan dan pemahaman masyarakat,” ucapnya.

Kemenag Sulsel: Imbauan Pakai Batik Sudah Disampaikan

Baca Juga :  PPN Tetap Naik 12% pada 2025, Pemerintah Siapkan Kebijakan Stimulus

Kementerian Agama (Kemenag) Sulsel pun turut memberikan imbauan agar jemaah haji mengenakan busana batik haji ketika pulang.

Meski demikian, pihak Kemenag mengakui bahwa mereka tidak dapat mengatur secara ketat gaya berpakaian para jemaah, karena bagi sebagian orang, tampil berbeda dianggap sebagai bentuk penghormatan terhadap ibadah haji yang telah ditunaikan.

“Sebagian masyarakat menilai glamor itu sebagai bentuk memuliakan ibadah haji. Tapi kita tetap menyarankan agar jemaah memakai batik haji,” kata Wardy Siradj, Humas Kanwil Kemenag Sulsel.

Ia menambahkan, imbauan soal penggunaan batik telah disampaikan sejak manasik haji melalui petugas dan ketua kloter.

Namun pada praktiknya, sebagian jemaah tetap memilih tampil nyentrik setelah melepas batik yang dikenakan di luar.

“Sering kali, di luar pakai batik, tapi di dalam sudah pakai pakaian bling-bling. Jadi tetap muncul kesan glamor saat tiba di Makassar,” jelas Wardy.

Meskipun demikian, proses kepulangan jemaah haji sejauh ini berjalan dengan tertib.

Kemenag memastikan tidak ditemukan adanya pelanggaran atau barang terlarang yang dibawa jemaah ke tanah air.

Semua pemeriksaan dilakukan secara ketat sejak dari Arab Saudi.

Sebagai informasi, embarkasi Makassar melayani 15.876 jemaah dari delapan provinsi di kawasan timur Indonesia, termasuk Sulsel, Sultra, Sulbar, Maluku, Maluku Utara, Papua, Papua Barat, dan Gorontalo.

Pemulangan dilakukan secara bertahap mulai 11 Juni hingga 10 Juli 2025. Hingga 12 Juni, sebanyak 1.961 jemaah dari lima kloter telah tiba, dengan laporan 23 jemaah meninggal dunia di tanah suci.