Pintasan.co, Yogyakarta – Kota Yogyakarta memang tak pernah kehabisan pilihan kuliner. Di antara berbagai jenis masakan, bakery belakangan ini semakin berkembang pesat.
Jika berkunjung ke kota ini, akan menemukan banyak toko roti (bakery) di setiap persimpangan jalan salah satunya adalah Parsley.
Parsley adalah salah satu toko roti yang terletak di Jalan Magelang, Yogyakarta. Toko ini didirikan pada 14 Oktober 2002, di tengah persaingan yang sudah cukup ketat.
Beberapa toko roti besar, seperti Mirota Bakery dan Holland Bakery, sudah ada jauh sebelum Parsley hadir.
Namun, hal itu tidak menyurutkan semangat para pendirinya, lima wanita bernama Utari Rahardjo, Suzanne, Lianty Sugiarti, Anggia Murni, dan Lidya.
Parsley hadir sebagai alternatif dengan rasa yang lebih lezat dan kualitas roti yang lebih baik. Untuk itu, hal pertama yang dipertimbangkan adalah pemilihan lokasi dan sumber daya manusia.
Memilih lokasi yang strategis bertujuan agar toko ini mudah diakses oleh konsumen.
Menurut Dwi Budiyanto Darmadji, General Manager Parsley, berkat strategi pemasaran yang matang, Parsley diterima dengan baik oleh target pasar.
Konsumen pun berdatangan secara terus-menerus, membuat Parsley sukses menjadi pemain baru di industri roti daerah.
Melihat tingginya minat konsumen, setahun kemudian Parsley membuka gerai kedua di Jalan Solo. Kini, roti Parsley juga bisa ditemukan di Jalan Kaliurang, Plaza Ambarrukmo, dan Jogja International Hospital, menjadikan total gerainya lima.
Perkembangan bisnis Parsley tidak berhenti di situ. Pada 2004, saat membuka gerai ketiga di Jalan Kaliurang, Parsley memutuskan untuk mengembangkan lini usaha lain, yaitu restoran.
“Dengan area yang lebih luas, Parsley membuka bakery and cake shop sekaligus restoran bertema western,” jelas Budi.
Restoran ini dirancang untuk menarik pasar mahasiswa ekspatriat yang berada di sekitar Universitas Gadjah Mada, khususnya di Jalan Kaliurang.
Tema tersebut terbukti tepat sasaran, dan Parsley Resto, yang menawarkan menu Barat, berhasil menarik banyak ekspatriat yang tinggal di area tersebut.
Pengembangan cabang juga tidak berhenti di Jalan Kaliurang. Beberapa waktu lalu, Parsley memperbarui cabangnya di Jalan Solo dengan menyewa tempat yang lebih besar dan berlantai dua.
Di sana, Parsley membuka restoran bertema oriental, dengan menu seperti dimsum, bebek peking, dan sapi lada hitam.
Dengan demikian, Parsley tidak hanya bersaing dengan toko roti, tetapi juga dengan restoran-restoran lain. Namun, mereka sudah mempersiapkan diri untuk itu.
“Kompetitor tidak bisa dihindari, jadi kami terus bersaing dengan meningkatkan kualitas produk,” ujar Budi.
Peningkatan kualitas ini memang harus dilakukan secara berkelanjutan.
Budi melihat pesaing sebagai mitra untuk belajar dan berkembang. Industri roti, menurutnya, membutuhkan persaingan agar lebih kreatif dan tumbuh. Semakin banyak pemain, semakin cepat pasar akan teredukasi.
Dalam memasarkan roti, Budi menjelaskan bahwa Parsley menyasar pasar menengah ke atas. Harga roti berkisar antara Rp 3.000 hingga Rp 6.000 per butir, sementara kue yang tersedia di toko mulai dari Rp 75.000 hingga Rp 120.000.
Untuk kue brownies dan muffin, harganya berkisar antara Rp 25.000 hingga Rp 35.000 per kemasan.
Meskipun terlihat tidak terlalu mahal, Parsley tetap menjaga kualitas produk dengan serius. Setiap rasa yang ditawarkan dipastikan berkelas premium, namun tetap disesuaikan dengan daya beli dan selera pasar lokal.
Hal ini sangat penting bagi siapa saja yang ingin produknya diterima dengan baik oleh pasar.
Keberhasilan Parsley juga didukung oleh strategi komunikasi yang tepat. Nama Parsley sendiri erat kaitannya dengan daun hijau kecil yang segar dan menyehatkan, sehingga merek ini selalu memposisikan dirinya sebagai produk yang bersih dan sehat.
Semboyan mereka, Be Fresh, Be Healthy, mencerminkan komitmen tersebut.
Artinya, Parsley selalu menyediakan roti dan makanan lain yang sehat, segar, dan higienis. Posisi ini terlihat jelas dalam produk dan layanan mereka, bahkan toko roti ini sangat memperhatikan kebersihan dapur dan area gerainya.