Pintasan.co, Jakarta – Menjelang pembacaan vonis terhadap Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto, sejumlah petinggi partai menyampaikan harapan agar keputusan pengadilan dapat mencerminkan keadilan yang sesungguhnya.
Ketua DPP PDIP, Komaruddin Watubun, menegaskan bahwa kasus hukum yang menjerat Hasto seharusnya dilihat sebagai hasil rekayasa dan bukan murni tindak pidana.
“Kasus Hasto telah terbuka jelas di persidangan. Publik bisa menilai bahwa ini bukan perkara hukum yang berdiri sendiri, melainkan penuh rekayasa. Jangan sampai beliau mengalami nasib seperti Tom Lembong,” ujar Komar di Kompleks Parlemen, Kamis (24/7).
Komar merujuk pada vonis terhadap Thomas Lembong pada 18 Juli 2025 lalu, yang dijatuhi hukuman empat tahun enam bulan penjara oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
Vonis tersebut terkait dugaan korupsi dalam importasi gula saat Lembong menjabat di Kementerian Perdagangan pada periode 2015–2016, dan menuai kecaman luas dari publik maupun kalangan tokoh nasional.
Menurut Komar, berbagai pendapat dari para pakar dan ahli hukum yang disampaikan di persidangan seharusnya menjadi bahan pertimbangan hakim.
Ia mengingatkan bahwa keadilan hukum tidak boleh dikaburkan oleh kepentingan tertentu.
“Saya lihat kemarin banyak ahli menyampaikan pendapat, meskipun belum tentu memengaruhi putusan. Namun kami meminta hakim tetap berdiri pada prinsip keadilan sejati, bukan hukum yang dipaksakan atau direkayasa,” ujarnya.
Sementara itu, Ketua DPP PDIP lainnya, Said Abdullah, menyatakan optimisme atas vonis yang akan diterima Hasto.
Ia mengklaim mengikuti setiap jalannya persidangan dan meyakini fakta hukum yang muncul menunjukkan ketidakbersalahan Hasto.
“Kami sangat yakin, insyaallah Pak Hasto akan dinyatakan bebas jika melihat proses persidangan dari awal hingga akhir,” ucap Said.
Sidang putusan terhadap Hasto dijadwalkan berlangsung Jumat (25/7). Sebelumnya, jaksa menuntutnya dengan pidana tujuh tahun penjara dan denda sebesar Rp600 juta, subsider enam bulan kurungan.
Jaksa meyakini Hasto telah menghalangi proses hukum terhadap Harun Masiku, mantan caleg PDIP yang buron sejak 2020.
Dalam dakwaan, Hasto disebut menyuap mantan Komisioner KPU, Wahyu Setiawan, sebesar Sin$57.350 (sekitar Rp600 juta), demi melancarkan pengangkatan Harun Masiku melalui mekanisme pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR periode 2019–2024.