Pintasan.co, Jakarta – Seorang pegawai toko roti, Dwi Ayu Darmawati, mengungkapkan pengalaman pahit yang dialaminya ketika bekerja di toko roti kawasan Cakung, Jakarta Timur.
Dalam rapat dengan Komisi III DPR RI yang digelar pada Selasa (17/12/2024) di Kompleks Parlemen, Jakarta, Dwi menceritakan bagaimana dirinya menjadi korban kekerasan fisik yang dilakukan oleh anak pemilik toko pada 17 Oktober 2024, sekitar pukul 21.00 WIB.
Dwi menjelaskan bahwa kejadian bermula ketika pelaku meminta agar makanan yang dipesan melalui layanan pengantaran dikirimkan langsung ke kamar pribadinya.
Menanggapi permintaan itu, Dwi menolak dengan alasan bahwa tugasnya tidak mencakup pengantaran ke kamar pribadi.
“Saya menolak karena itu bukan bagian dari tugas saya,” ungkap Dwi saat memberikan kesaksian.
Namun, penolakan tersebut justru memicu kemarahan pelaku. Dwi juga menyebutkan bahwa sebelum kejadian itu, pelaku pernah melontarkan kata-kata kasar kepadanya.
Situasi ini semakin memanas ketika Dwi tetap bersikukuh pada penolakan tersebut, yang akhirnya memicu perilaku kekerasan dari pelaku.
Kejadian ini kini tengah menjadi sorotan publik, mengingat dugaan adanya sikap arogansi pelaku sebagai anak pemilik toko yang merasa kebal hukum.
“Kata-kata kasar seperti orang miskin dan babu. Orang miskin kayak elu gak bisa masukin gua ke penjara, gua ini kebal hukum,” kata Dwi.
Saat Dwi tetap bersikeras menolak permintaan pelaku, situasi menjadi semakin panas. Pelaku melemparkan berbagai barang ke arah Dwi, termasuk patung, bangku, dan mesin EDC.
Tak berhenti di situ, ketika Dwi mencoba mengambil tas dan telepon genggamnya yang tertinggal di dalam ruangan, ia kembali mendapat serangan.
Barang-barang seperti kursi dan loyang kue dilemparkan hingga mengenai kepala Dwi, mengakibatkan luka berdarah.
“Saya kabur ke belakang, ke area oven, tapi tetap dilempari barang-barang. Akhirnya kepala saya kena loyang kue sampai berdarah,” ujarnya.
Dwi sempat mempertimbangkan untuk mengundurkan diri dari pekerjaannya, tetapi ditahan oleh adik pelaku.
Ia dan rekan-rekan karyawan akhirnya meminta perjanjian tertulis agar Dwi tidak lagi diminta untuk melayani permintaan pribadi pelaku. Namun, insiden kekerasan tersebut tetap terjadi.
Peristiwa ini menjadi sorotan karena dugaan arogansi pelaku sebagai anak dari pemilik toko, serta ancamannya terkait kebal hukum.
Kasus ini tengah menjadi perhatian, dan Dwi berharap mendapatkan keadilan atas apa yang dialaminya.