Pintasan.co, Banyuwangi – Kebijakan mendadak di pelabuhan Ketapang – Gilimanuk saat ini melarang 15 kapal jenis Landing Craft Tank (LCT) beroperasi hal ini memicu kekacauan. Akses tertutup, antrean truk menjalar hingga 5 kilometer, dan pelabuhan nyaris lumpuh total.

Sejumlah sopir protes hingga turis asing, karena kendaraan tertahan di pelabuhan. Ini merupakan potret nyata dari kebijakan yang disebut tanpa sosialisasi. Kebijakan ini terkesan mendadak tanpa aba aba dan juga tanpa sosialisasi sebelumnya.

Kementerian Perhubungan melalui Direktorat Jenderal Perhubungan Laut resmi melarang 15 kapal jenis LCT beroperasi di Pelabuhan Ketapang-Gilimanuk. Kebijakan ini dituangkan dalam surat yang diterbitkan pada 14 Juli 2025 dan ditandatangani oleh Kepala KSOP Kelas III Tanjung Wangi, Purgana.

“Hasil pemeriksaan tim pejabat pemeriksa keselamatan kapal merekomendasikan 15 kapal yang saat ini beroperasi untuk ditunda keberangkatannya sampai dilakukan perbaikan,” tulis Purgana dalam surat tersebut.

Larangan ini bukan tanpa sebab. Hal ini dilakukan karena buntut dari tragedi tenggelamnya KMP Tunu Pratama Jaya, kapal eks LCT yang telah diubah menjadi kapal penumpang. Setelah kecelakaan itu, dermaga LCM tidak lagi diizinkan melayani penumpang, hanya boleh digunakan untuk kendaraan barang. Selain itu, kapasitas angkut kapal pun dibatasi maksimal 75%.

Kebijakan ini langsung menimbulkan dampak besar. Sejak Selasa (15/7/2025) malam, operator kapal LCT seperti Dadang terpaksa menghentikan operasional.

“Dari malam saya tidak bisa beroperasi dan terpaksa parkir. Tapi kasihan ini sopir-sopir tidak bisa menyeberang,” kata Dadang.

Protes tak terhindarkan. Puluhan sopir truk yang tertahan sejak pukul 23.30 WIB melakukan aksi demo di area pelabuhan, menuntut agar sebagian kapal LCT tetap diizinkan beroperasi.

“Sudah dari Selasa malam sopir-sopir itu protes,” tambah Dadang.

Rabu pagi (16/7/2025), hanya 5 dari 15 kapal eks LCT yang dinyatakan laik layar. Mulai saat ini, langkah pemerintah melalui Biro Klasifikasi Indonesia (BKI) menyatakan bahwa kapal-kapal penumpang harus menjalani pemeriksaan tahunan, dan wajib docking serta dievaluasi ulang jika ada laporan kerusakan.

Baca Juga :  Kebijakan Strategis Presiden Prabowo: Koperasi Desa Merah Putih Hadir di 70 Ribu Desa

Namun, respons lambat otoritas dan minimnya sosialisasi membuat situasi makin buruk. Ketua Asosiasi Sopir Logistik Indonesia (ASLI), Slamet Barokah menyatakan bahwa sopir dirugikan secara waktu dan finansial.

“Kalau mau menertibkan seperti itu, tolong persiapkan dulu biar logistik tidak tersendat,” jelas Slamet.

Tidak adanya izin untuk beroperasi, maka akses keluar pelabuhan ditutup oleh aksi blokade sopir truk. Suara klakson menggema di dermaga MB 2, 3, dan 4.

“Ini solidaritas saja, supaya petugas gerak cepat,” ujar Sailendra, sopir yang berada di dermaga MB 3.

Bahkan, turis asing ikut terdampak. Puluhan wisatawan asal Prancis, Australia, dan Amerika tertahan di dalam KMP Trisila Bakti 1 karena pintu keluar pelabuhan diblokade.

“Saya dari Prancis, habis dari Gunung Ijen dan sekarang mau menyeberang ke Bali. Tidak istirahat langsung ke sini,” kata Jacques, salah satu turis.

Situasi genting dan memanas untuk sopir dan pihak – pihak yang terkait ini membuat Kapolresta Banyuwangi Kombes Rama Samtama Putra turun tangan. Ia menegaskan pentingnya menjaga keseimbangan antara keselamatan pelayaran dan kelancaran ekonomi.

“Keselamatan itu hukum tertinggi. Tetapi juga tidak mengesampingkan faktor-faktor ekonomi,” ujarnya.