Pintasan.co – Presiden dan Wakil Presiden terpilih untuk periode 2024-2029, Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka, akan segera dilantik.
Berdasarkan Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 3 Tahun 2022 tentang Tahapan dan Jadwal Penyelenggaraan Pemilihan Umum Tahun 2024, pelaksanaan pengucapan sumpah/janji presiden dan wakil presiden dijadwalkan pada hari Minggu, 20 Oktober 2024.
Pelantikan tersebut akan diselenggarakan di Gedung MPR/DPR RI, Jakarta. Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka memperoleh suara terbanyak dalam pemilihan Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres) 2024 yang dilaksanakan pada tanggal 14 Februari 2024.
Pengucapan sumpah tersebut dilaksanakan dalam rapat paripurna Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) di Kompleks Gedung MPR/DPR RI pada tahun 2024.
Terdapat hal yang menarik pada pelantikan Presiden kali ini, yaitu disahkannya Peraturan MPR atau Tap MPR terkait Tata Tertib yang mencakup prosedur pelantikan Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia.
Berdasarkan laporan Kepala Badan Pengkajian MPR, Djarot Saiful Hidayat, dalam Rapat Paripurna MPR akhir masa jabatan periode 2019-2024 pada hari Rabu, 25 September 2024, perubahan Peraturan Tata Tertib MPR ini mencakup penyesuaian redaksional serta perumusan pasal dan ayat baru.
Salah satu ketentuan yang diatur adalah Pasal 120 ayat (3), yang menyatakan bahwa pelantikan Presiden dan Wakil Presiden terpilih akan dilakukan melalui ketetapan atau TAP MPR, sebagai bentuk konsekuensi pelaksanaan konstitusi.
Lalu, bagaimana tata cara pelantikan Prabowo sebagai Presiden sesuai dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD NRI) Tahun 1945?
Menurut Pasal 3 ayat (2) UUD NRI 1945, MPR memiliki kewenangan untuk melantik Presiden dan Wakil Presiden. Pasal ini merupakan hasil dari amendemen ketiga dan keempat, yang berbunyi: “Majelis Permusyawaratan Rakyat melantik Presiden dan/atau Wakil Presiden.”
Selanjutnya, Pasal 3 ayat (3) mengatur bahwa MPR hanya dapat memberhentikan Presiden dan/atau Wakil Presiden selama masa jabatannya sesuai dengan ketentuan UUD.
Namun, UUD NRI 1945 tidak secara khusus mengatur bahwa Presiden dan Wakil Presiden harus dilantik oleh MPR, karena Pasal 3 ayat (2) hanya memberikan kewenangan kepada MPR terkait pelantikan.
Pasal 6A ayat (1) UUD NRI 1945 secara tegas menyatakan bahwa Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia dipilih langsung oleh rakyat, bukan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR).
Bunyi Pasal 6A ayat (1) hasil amendemen ketiga tersebut adalah: “Presiden dan Wakil Presiden dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat.”
Selanjutnya, Presiden dan Wakil Presiden hanya diharuskan mengucapkan sumpah menurut agama atau berjanji di hadapan MPR atau Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), sebagaimana diatur dalam Pasal 9 UUD NRI 1945.
Pasal 9 ayat (1) berbunyi: “Sebelum memangku jabatannya, Presiden dan Wakil Presiden bersumpah menurut agama, atau berjanji dengan sungguh-sungguh di hadapan Majelis Permusyawaratan Rakyat atau Dewan Perwakilan Rakyat.”
Adapun, Presiden Republik Indonesia sebelumnya pernah dilantik oleh MPR, di mana Abdurrahman Wahid atau Gus Dur adalah Presiden terakhir yang dipilih dan dilantik oleh MPR pada 20 Oktober 1999.