Pintasan.co, Jakarta – Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menyampaikan bahwa pemerintah berencana menghentikan pembakaran pakaian impor bekas ilegal.
Sebagai alternatif, pakaian-pakaian sitaan tersebut akan didaur ulang. Langkah ini menjadi pendekatan baru untuk menangani masalah balpres atau bal pakaian bekas impor yang terus terjadi.
Berdasarkan data Kementerian Keuangan, sepanjang 2024 hingga 2025 Bea Cukai telah menyita sekitar 17.200 bal balpres atau 1.720 ton, setara dengan sekitar 8,6 juta potong pakaian. Penindakan dilakukan di wilayah laut, perbatasan darat, hingga kawasan pesisir.
Dalam Media Briefing di Jakarta pada Jumat (14/11/2025), Purbaya menjelaskan bahwa volume barang sitaan yang sangat besar justru memunculkan persoalan baru, terutama biaya pemusnahan yang tidak sedikit.
Ia mengungkapkan bahwa untuk memusnahkan satu kontainer pakaian bekas diperlukan biaya sekitar Rp12 juta, sementara para pelaku pelanggaran sering kali tidak bisa dikenai denda. Hal ini membuat proses penindakan menjadi sangat membebani anggaran.
Atas instruksi Presiden Prabowo Subianto, pemerintah mencari solusi lain agar pakaian sitaan tidak lagi dibakar.
Salah satu opsi yang dikembangkan adalah mengolah balpres menjadi bahan baku bagi industri tekstil, seperti serat atau benang.
Pemerintah pun telah berdiskusi dengan Asosiasi Garmen dan Tekstil Indonesia (AGTI) serta Kementerian Koperasi dan UMKM.
Menurut Purbaya, industri siap mencacah dan memproses kembali pakaian bekas tersebut. Sebagian hasilnya dapat digunakan industri, sementara sebagian lainnya dapat dijual kepada UMKM sebagai bahan baku dengan harga murah.
Purbaya menambahkan bahwa beberapa pelaku industri sudah menyatakan kesiapannya, dan pembahasan lanjutan akan dilakukan dalam waktu dekat.
Dengan mekanisme baru ini, pakaian yang disita tidak lagi menumpuk di gudang Bea Cukai dan justru bisa dimanfaatkan kembali oleh industri tekstil nasional.
Selain itu, UMKM dapat memperoleh bahan baku dengan biaya yang lebih terjangkau.
