Pintasan.co, Jakarta – Pemerintah, melalui Direktur Strategi dan Portofolio Pembiayaan DJPPR Kementerian Keuangan, Riko Amir, menegaskan bahwa beban pembayaran utang negara tidak ditanggung oleh masyarakat kelas menengah secara langsung. Dalam sebuah pernyataan di Serang, Banten, Riko menjelaskan bahwa pemerintah tidak mengambil uang langsung dari masyarakat, melainkan pembayaran utang dilakukan melalui pendapatan yang dihasilkan dari kegiatan perekonomian negara, khususnya produk domestik bruto (PDB).

“Utang negara tidak langsung dibiayai oleh masyarakat kelas menengah. Pemerintah membayar utang lewat hasil ekonomi kita, bukan dengan merogoh kantong masyarakat,” ujar Riko, Jumat (27/9/2024). Pernyataan ini memberikan kejelasan bahwa masyarakat tidak perlu khawatir mengenai dampak langsung dari utang pemerintah pada kondisi finansial mereka.

Per Agustus 2024, total utang pemerintah tercatat mencapai Rp8.461,93 triliun, meningkat dari tahun sebelumnya yang sebesar Rp8.191,20 triliun. Meski demikian, rasio utang terhadap PDB masih berada pada level aman, yakni 38,49 persen, jauh di bawah batas maksimal 60 persen sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.

Riko juga menekankan bahwa meskipun jumlah utang bertambah, pemerintah masih memiliki kemampuan untuk melunasi utang jatuh tempo. “Kita masih punya kemampuan untuk membayar utang jatuh tempo. Setiap utang yang jatuh tempo harus dibayar penuh, bukan dicicil. Hingga saat ini, tidak ada negosiasi ulang atau perpanjangan pembayaran utang,” jelasnya.

Pada tahun 2025, Indonesia dihadapkan dengan utang jatuh tempo sebesar Rp800,33 triliun. Dari jumlah tersebut, Rp705,5 triliun berasal dari Surat Berharga Negara (SBN), sedangkan Rp94,83 triliun merupakan pinjaman luar negeri. Utang ini merupakan bagian dari warisan pemerintahan Presiden Joko Widodo yang harus dilunasi oleh presiden terpilih, Prabowo Subianto.

Baca Juga :  Kematian Bripka Arham: Kejanggalan Meninggal Setelah Ditangkap BNNP Sulsel

Riko memastikan bahwa pemerintah telah menyiapkan strategi untuk menghadapi pembayaran utang tersebut, salah satunya melalui skema refinancing. Skema ini melibatkan penerbitan SBN sebagai solusi utama, memanfaatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia yang stabil dan credit rating negara yang tetap berada di level investment grade. “Kemampuan ekonomi kita yang stabil tercermin dari penilaian credit rating yang baik, sehingga kita masih bisa melakukan refinancing untuk membayar utang jatuh tempo,” tambah Riko.

Lebih lanjut, Riko menyampaikan bahwa penerbitan SBN sebagai sumber pendanaan utama didukung oleh kepercayaan pasar terhadap stabilitas ekonomi Indonesia. Dengan skema ini, pemerintah berharap dapat menutupi defisit anggaran serta pembayaran utang secara tepat waktu, tanpa menambah beban masyarakat.

“Kita tidak hanya fokus pada pembayaran utang, tetapi juga menjaga stabilitas ekonomi. Utang-utang jatuh tempo ini akan diselesaikan dengan memperhatikan keseimbangan fiskal negara,” pungkas Riko.

Dengan berbagai upaya dan strategi yang telah dipersiapkan, pemerintah optimis bahwa Indonesia akan tetap mampu menjaga stabilitas ekonomi, sekaligus melunasi utang tanpa memberikan tekanan langsung kepada masyarakat, khususnya kelas menengah.