Pintasan.co, Surabaya – Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya menekankan transparansi dan akuntabilitas kepada masyarakat. Hal itu dibuktikan Pemkot Surabaya dengan membeberkan pengelolaan anggaran daerah. Anggaran tersebut mencakup berbagai pos, mulai dari belanja makan-minum, perjalanan dinas luar negeri, hingga pinjaman daerah.
Asisten Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat Kota Surabaya, M. Fikser, menjelaskan bahwa seluruh pos anggaran telah melalui mekanisme ketat dan diarahkan sepenuhnya untuk kepentingan masyarakat. Salah satunya adalah anggaran makan-minum yang digunakan untuk kegiatan kemasyarakatan.
“Anggaran mamin itu peruntukannya untuk kegiatan kemasyarakatan. Misalnya saat ada tamu kepala daerah atau acara bersama masyarakat. Bahkan, rapat internal pemkot tidak ada anggaran mamin. Pengeluaran mamin baru bisa dilakukan bila ada tamu dari luar,” kata Fikser, Sabtu (27/9/2025).
Menurutnya, Pemkot Surabaya mengalokasikan 557 ribu paket makan lapangan senilai Rp15,3 miliar. Anggaran tersebut dipastikan tidak digunakan untuk konsumsi Aparatur Sipil Negara (ASN).
“Contoh, kegiatan seperti Festival Rujak Uleg, kan ada ruang transit. Itu kita ada tamu dari luar maupun instansi lain di luar pemkot. Jadi belanja mamin ini untuk jamuan tamu, bukan untuk wali kota atau pejabat internal,” jelasnya.
Selain memberikan penjelasan tentang paket makan lapangan, Fikser juga menanggapi informasi terkait anggaran perjalanan dinas luar negeri yang disebut mencapai Rp8,63 miliar. Pihaknya menegaskan, sejak pandemi COVID-19, Pemkot Surabaya tidak lagi mengalokasikan anggaran perjalanan dinas ke luar negeri, kecuali seluruh biaya ditanggung penyelenggara.
“Kami menjalin sister city dengan 25 kota, seperti Kochi (Jepang) atau Liverpool (Inggris). Yang dikirim ke sana pun juga bukan pejabat, melainkan tenaga teknis, misalnya guru atau tenaga medis untuk belajar di sana. Itu pun harus izin Kemendagri,” urainya.
Ia menambahkan, Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi telah mengambil langkah tegas dengan menghapus anggaran perjalanan dinas luar negeri pada tahun 2025.
Sementara itu, terkait anggaran sewa kipas angin, sound system, tenda, dan panggung, Fikser menjelaskan bahwa sebelumnya anggaran tersebut tersebar di masing-masing Perangkat Daerah (PD). Namun kini, seluruhnya ditempatkan di satu PD agar lebih efisien dan mudah diawasi.
“Selain untuk efisiensi, penempatan di satu PD dilakukan agar memudahkan pengawasan dan kontrol terhadap alat-alat tersebut. Dan peralatan itu juga untuk kegiatan yang melibatkan masyarakat,” ujarnya.
Mengenai pinjaman daerah melalui Bank Jatim dengan bunga 13,7 persen, Fikser menyampaikan bahwa Pemkot Surabaya telah melakukan negosiasi agar suku bunga turun signifikan hingga di bawah 6 persen.
“Bank Jatim ini juga bank milik daerah, di mana kita punya saham. Pinjaman ini dilakukan tanpa jaminan dan sudah dikonsultasikan ke Kemendagri serta Kemenkeu,” katanya.
Dengan tegas, pihaknya menyatakan bahwa pinjaman tersebut sepenuhnya diperuntukkan bagi pembangunan infrastruktur, seperti rumah sakit dan proyek strategis lain. Pendanaan pembangunan juga bersumber dari APBD, kerja sama investor, serta skema KPBU, sehingga tidak hanya mengandalkan pinjaman.
Sebelum mengajukan pinjaman, Pemkot Surabaya telah menghitung kemampuan fiskal daerah secara hati-hati, termasuk melakukan kajian ekonomi, kelembagaan, strategis, dan mitigasi risiko.
“Setiap rupiah diarahkan untuk pembangunan infrastruktur yang manfaatnya langsung dirasakan masyarakat Surabaya,” pungkasnya