Pintasan.co, Yogyakarta – Industri perhotelan di Yogyakarta merasakan dampak berat akibat Instruksi Presiden (Inpres) RI No 1 Tahun 2025 yang berfokus pada efisiensi belanja APBN dan APBD.

Kebijakan ini berpotensi mengurangi pendapatan hotel dari sektor MICE (Meeting, Incentive, Convention, and Exhibition).

Deddy Pranowo Eryono, Ketua PHRI DIY, menyatakan bahwa kekhawatiran yang semula dirasakan kini terbukti, dengan situasi low season pada awal tahun 2025 yang semakin buruk akibat terbatasnya acara yang diselenggarakan oleh instansi pemerintah di hotel.

“Inpres No 1/2025 sangat memukul kita. MICE sudah 40 persen hilang, karena dampak dari kebijakan tersebut,” ungkapnya, Rabu (12/2/2025).

“Sekarang pusing juga mau pakai strategi apa. Kita mengharapkan dari MICE, tapi adanya Inpres membuat kita jadi ketar-ketir,” tambah Deddy.

Karena itu, ia berharap pemerintah dapat terlibat langsung dalam menyelesaikan masalah ini, mengingat PHRI tidak memiliki kewenangan untuk terlalu banyak campur tangan dalam kebijakan tersebut.

Tanpa adanya intervensi dari pihak eksekutif, mereka khawatir nasib pelaku industri perhotelan di Yogyakarta akan semakin buruk dibandingkan dengan kondisi saat pandemi Covid-19 lalu.

“Mungkin akan lebih parah kalau tidak ada action dari pemerintah. Paling tidak, ya dilonggarkan. Efisiensi kita setuju loh, tapi dengan cara lain,” ucapnya.

Deddy juga menyampaikan bahwa pemerintah daerah berisiko terdampak, karena Pendapatan Asli Daerah (PAD) mereka bisa tergerus.

Selain itu, menjelang bulan puasa, industri perhotelan terpaksa berpikir keras, karena sektor pariwisata yang saat ini menjadi andalan tidak dapat diandalkan.

“Sekarang strategi kita cuma memanfaatkan wisatawan. Kalau bulan puasa, pangsa pasar yang kita bidik ya dari non muslim, tapi itu sangat kecil,” cetusnya.

Mereka kini harus memikirkan beban gaji karyawan serta Tunjangan Hari Raya (THR) yang harus dibayarkan pada akhir Maret 2025.

Baca Juga :  Pentingnya Pemindahan Seluruh TPR Pantai Selatan, Begini Penjelasan Dispar Bantul

Sementara itu, sektor MICE yang sebelumnya sering digunakan untuk menutupi kekurangan pendapatan, kini tidak bisa diandalkan lagi.