Pintasan.co, Jakarta – Hakim tunggal Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menolak permohonan praperadilan yang diajukan oleh mantan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbud Ristek) Nadiem Makarim pada Senin (13/10).
Putusan tersebut dibacakan oleh Hakim I Ketut Darpawan yang menyatakan bahwa langkah Kejaksaan Agung dalam menetapkan dan menahan Nadiem sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan laptop pendidikan telah sah secara hukum.
Dalam pertimbangannya, hakim menegaskan bahwa proses penyidikan yang dilakukan Kejaksaan Agung telah sesuai dengan prosedur hukum acara pidana yang berlaku.
“Penyidikan yang dilakukan termohon untuk mengumpulkan bukti-bukti agar tindak pidana menjadi terang dan menemukan tersangka telah dilaksanakan sesuai prosedur hukum, sehingga sah menurut hukum,” ujar hakim di ruang sidang Oemar Seno Adji, PN Jakarta Selatan.
Hakim juga menolak menilai lebih jauh mengenai alat bukti yang dipersoalkan oleh pihak pemohon karena hal tersebut sudah masuk dalam pokok perkara yang nantinya akan diperiksa di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
Ia menegaskan bahwa Kejaksaan Agung memiliki empat alat bukti yang cukup untuk menetapkan Nadiem sebagai tersangka.
Dengan demikian, hakim memutuskan, “Satu, menolak praperadilan yang diajukan pemohon. Dua, membebankan biaya perkara kepada pemohon sejumlah nihil.”
Sebelumnya, dalam sidang pembacaan kesimpulan pada Jumat (10/10), kuasa hukum Nadiem, Hotman Paris Hutapea, berargumen bahwa penetapan tersangka terhadap kliennya tidak didasari oleh dua alat bukti yang cukup sebagaimana diatur undang-undang.
Ia juga menyebut belum ada hasil audit dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) maupun Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) yang menyatakan adanya kerugian negara dalam proyek pengadaan laptop tersebut.
Hotman menegaskan bahwa laporan audit BPK selama tiga tahun terakhir menunjukkan harga laptop yang dibeli masih dalam batas wajar.
“Kalau harga normal, ibarat orang didakwa membunuh tapi korbannya masih hidup. Dituduh menyebabkan kerugian negara, padahal tidak ada kerugian,” ujarnya di persidangan.
Sementara itu, jaksa penyidik Roy Riady menjelaskan bahwa Kejaksaan Agung memiliki empat alat bukti sesuai Pasal 184 KUHAP, yakni keterangan saksi, keterangan ahli keuangan, bukti surat, dan bukti petunjuk.
Ia menambahkan bahwa jenis alat bukti yang digunakan untuk menetapkan tersangka tidak diatur secara limitatif dalam hukum acara pidana.
Oleh karena itu, jaksa meminta agar hakim menolak seluruh permohonan praperadilan Nadiem.
Kasus ini berawal dari penyelidikan Kejaksaan Agung pada 20 Mei 2025, yang dilanjutkan dengan penerbitan Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) pada 11 Juni 2025.
Nadiem diduga terlibat dalam tindak pidana korupsi pengadaan laptop untuk Program Digitalisasi Pendidikan periode 2019–2022.
Selain Nadiem, empat orang lainnya juga ditetapkan sebagai tersangka, yaitu Mulyatsyah (mantan Direktur SMP Kemendikbudristek), Sri Wahyuningsih (mantan Direktur SD), Jurist Tan (mantan staf khusus Mendikbudristek, kini buron), serta Ibrahim Arief (mantan konsultan teknologi Kemendikbudristek).
Negara diduga mengalami kerugian sebesar Rp1,98 triliun, yang terdiri dari Rp480 miliar terkait item software (CDM) dan Rp1,5 triliun akibat mark up harga laptop.
Dalam proses penyidikan, Kejaksaan Agung telah menggeledah apartemen Nadiem di Jakarta Selatan dan menyita sejumlah dokumen terkait kasus tersebut.
Selain itu, penyidik telah memeriksa 18 saksi, termasuk mantan stafsus Nadiem, Fiona Handayani; mantan CEO PT Gojek Tokopedia Tbk, Andre Sulistyo; perwakilan Google, Ganis Samoedra Murharyono; serta ASN Kemendikbudristek bernama Widya.
Pemeriksaan terhadap saksi-saksi tersebut dilakukan sebelum Kejaksaan menetapkan Nadiem sebagai tersangka.
Dengan putusan ini, status tersangka Nadiem Makarim dalam kasus dugaan korupsi laptop pendidikan tetap sah dan proses hukum di Kejaksaan Agung dapat terus berlanjut.