Pintasan.co, Jakarta – Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal III tahun 2025 mencapai 5,04 persen secara tahunan (year-on-year/yoy), sedikit melambat dibandingkan kuartal sebelumnya yang tumbuh 5,12 persen.
Dept. Head of Macroeconomic & Financial Market Research Permata Bank, Faisal Rachman, menilai perekonomian nasional masih menghadapi berbagai tantangan, sehingga kebijakan ekonomi yang ekspansif perlu terus dipertahankan.
“Pemerintah perlu mempercepat realisasi belanja negara di sektor-sektor produktif yang memiliki efek pengganda tinggi,” ujar Faisal dalam keterangannya, Rabu (5/11/2025).
Ia memproyeksikan pertumbuhan PDB Indonesia tahun 2025 tetap berada di kisaran 5 persen, sejalan dengan rata-rata pertumbuhan 10 tahun terakhir dan didukung kebijakan pro-pertumbuhan pemerintah.
Faisal menjelaskan, konsumsi rumah tangga diperkirakan meningkat berkat kondisi pasar tenaga kerja yang membaik dan inflasi yang stabil.
Selain itu, iklim investasi juga dinilai positif karena adanya ekspektasi pemangkasan suku bunga global dan domestik yang dapat menurunkan biaya pembiayaan serta meningkatkan kepercayaan investor.
Meski demikian, ia mengingatkan potensi kenaikan impor seiring meningkatnya aktivitas industri, sementara ekspor berisiko tertekan akibat perlambatan ekonomi Tiongkok dan ketegangan perdagangan global.
Namun, upaya Indonesia dalam mendiversifikasi mitra dagang serta perbaikan harga komoditas diyakini dapat menopang kinerja ekspor.
Secara keseluruhan, Faisal memperkirakan pertumbuhan ekonomi 2025 akan berada di kisaran 5,0–5,1 persen, sedikit lebih tinggi dari capaian 2024 yang sebesar 5,03 persen.
“Namun tantangan di 2026 tidak akan jauh berbeda, terutama dari sisi eksternal seperti perang dagang, ketegangan geopolitik, dan perlambatan Tiongkok,” tambahnya.
Faisal juga menilai, stabilitas politik dan keseimbangan antara kebijakan fiskal serta moneter akan menjadi faktor penting bagi keberlanjutan pertumbuhan ekonomi nasional.
“Pemerintah perlu menjaga agar ekspansi fiskal dan moneter tidak menimbulkan pelebaran defisit transaksi berjalan maupun defisit anggaran di tengah kebijakan pro-pertumbuhan,” pungkasnya.
