Pintasan.co, Jakarta – Perdana Menteri China, Li Qiang, mengakui bahwa perekonomian negara pada 2024 akan menghadapi tantangan, tetapi tetap optimis dapat mencapai pertumbuhan ekonomi sebesar 5 persen.

“Pencapaian kita pada 2024 tidak diraih dengan mudah. ​​Dampak buruk dari perubahan kondisi internasional dan beberapa masalah struktural yang mengakar yang telah menumpuk di dalam negeri selama bertahun-tahun mulai tampak,” kata PM Li Qiang saat pembukaan Sidang Kongres Rakyat Nasional (NPC) di Beijing pada Rabu.

PM Li menyebutkan beberapa masalah struktural, termasuk permintaan domestik yang lemah, harapan publik yang rendah, serta bencana alam seperti banjir yang sering terjadi di beberapa wilayah China.

Sidang NPC yang berlangsung pada 4-11 Maret 2025 ini bertujuan untuk membahas laporan kerja pemerintah pusat untuk tahun 2024 dan menetapkan rencana kerja pemerintah untuk 2025.

PM Li menjelaskan meskipun tantangan yang dihadapi, ekonomi China tetap stabil dengan Produk Domestik Bruto (PDB) meningkat menjadi 134,9 triliun yuan (sekitar Rp298 kuadriliun), atau naik 5 persen dibandingkan tahun sebelumnya.

“China menempati peringkat di antara negara-negara ekonomi utama dengan pertumbuhan tercepat di dunia yang terus berkontribusi terhadap sekitar 30 persen pertumbuhan ekonomi global,” tambah PM Li.

PM Li juga mengungkapkan penciptaan 12,56 juta lapangan pekerjaan di wilayah perkotaan, dengan tingkat pengangguran urban rata-rata 5,1 persen, serta cadangan devisa yang melampaui 3,2 triliun dolar AS (Rp51.200 kuadriliun).

“Pada 2024, ekonomi China mengalami awal yang baik pada kuartal pertama. Namun, dipengaruhi oleh berbagai faktor eksternal dan internal, indikator ekonomi mulai menurun sejak kuartal kedua, menambah tekanan kepada ekonomi,” ungkap PM Li.

Pemerintah China, menurut PM Li, telah mengambil langkah-langkah untuk mengatasi masalah-masalah penting dan memastikan kebijakan yang telah diterapkan.

Baca Juga :  Prabowo Soroti Ekonomi Global: Indonesia di Peringkat 16, Banyak Negara Utangnya Membengkak

PM Li mengklaim bahwa China berhasil memulihkan permintaan domestik dengan cepat, mempercepat produktivitas, serta meningkatkan ekspektasi pasar.

Untuk stabilisasi pasar properti, pemerintah menurunkan suku bunga untuk pinjaman perumahan, mengurangi kredit perumahan hingga 150 miliar yuan, serta melakukan reformasi terhadap badan usaha milik negara (BUMN).

Tantangan eskternal

Namun, PM Li juga menyebutkan bahwa tantangan dari lingkungan eksternal yang semakin kompleks, seperti unilateralisme, proteksionisme, dan ketegangan geopolitik, dapat memberikan dampak besar terhadap China.

“Di dalam negeri, fondasi pemulihan dan pertumbuhan ekonomi China yang berkelanjutan tidak cukup kuat. Permintaan dan konsumsi lemah, beberapa perusahaan menghadapi kesulitan dalam produksi dan operasi maupun keterlambatan pembayaran kredit sehingga ada tekanan terhadap pada penciptaan lapangan kerja dan pertumbuhan pendapatan,” ungkap PM Li.

PM Li juga mengajak anggota NPC untuk bekerja lebih keras mengatasi masalah sosial dan koordinasi yang kurang di beberapa bidang.

Ia menekankan perlunya perbaikan efisiensi pemerintah dan mengatasi masalah korupsi.

Pemerintah China menetapkan target pertumbuhan ekonomi untuk 2025 sebesar 5 persen, sama dengan target 2024.

Untuk mencapai target tersebut, PM Li menyatakan bahwa perlu dilakukan perbaikan struktural dan peralihan ke sektor-sektor pendorong pertumbuhan ekonomi baru.

Pemerintah juga menetapkan rasio defisit terhadap PDB sebesar 4 persen, dengan defisit pemerintah yang diperkirakan mencapai 5,66 triliun yuan (sekitar Rp15,73 kuadriliun).

Pengeluaran pemerintah China pada 2025 diproyeksikan mencapai 29,7 triliun yuan (sekitar Rp82,56 kuadriliun).

Selain itu, China akan menerbitkan obligasi ultra-panjang senilai 1,3 triliun yuan pada 2025, yang lebih tinggi 300 miliar yuan dibandingkan tahun sebelumnya, dengan sebagian besar dana digunakan untuk pemulihan modal bank-bank BUMN.