Pintasan.co, Jakarta – Mantan Menko Polhukam Mahfud MD membagikan cerita mengenai peringatan yang disampaikan oleh Megawati Soekarnoputri terkait potensi penyalahgunaan RUU Perampasan Aset.

Dalam sebuah pertemuan dengan Ketua Umum PDI-P itu, Megawati mengungkapkan kekhawatirannya bahwa undang-undang tersebut bisa dimanfaatkan secara tidak benar oleh aparat penegak hukum.

Mahfud menceritakan, “Saat saya bertemu dengan Bu Mega, kami berdiskusi. Dia mengatakan bahwa secara prinsip mereka setuju dengan RUU Perampasan Aset ini karena memang bagus.” Namun Megawati menambahkan, “Kalau undang-undang ini langsung diberlakukan sekarang, ada risiko korupsi yang lebih besar. Polisi dan jaksa bisa menyalahgunakannya untuk memeras orang dengan syarat membayar sejumlah uang agar aset mereka tidak disita.” Mahfud menegaskan bahwa kekhawatiran tersebut sangat mungkin terjadi.

Lebih jauh, Mahfud mengisyaratkan bahwa penolakan terhadap RUU ini bukan hanya masalah administratif, tapi juga mengandung unsur politis.

Ia mencontohkan adanya respon satir dari Ketua Komisi III DPR sebelumnya, Bambang Wuryanto (Bambang Pacul), yang menyamakan DPR dengan istilah “korea” sebagai cara menghindari pembahasan RUU.

“Mungkin itu hanya candaan, tapi juga menunjukkan adanya pertimbangan politis,” ujar Mahfud.

Sementara itu, Presiden Prabowo Subianto telah menyatakan dukungannya terhadap RUU Perampasan Aset.

Dalam peringatan Hari Buruh Internasional pada 1 Mei 2025 di Lapangan Monas, Jakarta, Prabowo secara tegas menyampaikan dukungan penuh untuk undang-undang tersebut sebagai bagian dari upaya pemberantasan korupsi.

“Saya mendukung Undang-Undang Perampasan Aset untuk melawan koruptor,” kata Prabowo di hadapan ratusan ribu buruh yang hadir.

Prabowo juga mengajak para buruh untuk terus bersama-sama melawan korupsi di Indonesia, seruannya pun disambut antusias oleh hadirin.

Di sisi lain, anggota Komisi III DPR Nasir Djamil menyampaikan bahwa pembahasan RUU Perampasan Aset akan dilakukan pada tahun 2026.

Baca Juga :  Peran Masyarakat dalam Pengawasan Pilkada Serentak 2024 untuk Pemilu Berkualitas

Saat ini, fokus Komisi III masih pada revisi KUHAP, dan setelahnya mereka akan melanjutkan pembahasan RUU ini.

“Setelah revisi hukum acara pidana selesai, kita akan masuk ke pembahasan RUU Perampasan Aset,” kata Nasir.

Sebagai informasi, RUU Perampasan Aset sudah diajukan pemerintah ke DPR sejak 2012, dengan latar belakang kajian dari PPATK yang dimulai pada 2008.

Terakhir, pada Mei 2023, pemerintah mengirimkan surat presiden terkait RUU ini.

Namun, hingga periode DPR 2019-2024 berakhir pada September 2024, pembahasan RUU tersebut belum juga dimulai.