Pintasan.co, Jakarta – Setelah dilantik sebagai Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto mengumumkan susunan kabinet pemerintahan periode 2024-2029 yang diberi nama “Kabinet Merah Putih” pada Minggu, 20 Oktober 2024, di Istana Merdeka, Jakarta.

Para menteri Kabinet Merah Putih, yang akan bekerja bersama Wakil Presiden Gibran Rakabuming, dilantik pada Senin, 21 Oktober 2024, di Istana Negara.

Pelantikan tersebut didasarkan pada Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 133/P Tahun 2024 tentang Pembentukan Kementerian Negara dan Pengangkatan Menteri untuk periode 2024-2029.

Jumlah menteri yang dilantik berjumlah 48 orang, terdiri dari 7 menteri koordinator dan 41 menteri teknis, serta 5 kepala lembaga.

Selain itu, terdapat 56 wakil menteri yang turut dilantik. Prabowo Subianto juga melantik seorang ketua dewan.

Tidak hanya melantik para menteri, wakil menteri, dan kepala lembaga, Prabowo turut melantik Ketua Mahkamah Agung, Utusan Khusus Presiden, serta Staf Khusus Presiden. Secara keseluruhan, total 26 orang dilantik pada hari tersebut.

Jumlah menteri dalam Kabinet Merah Putih di era Prabowo-Gibran yang lebih banyak dibandingkan dengan kabinet Jokowi menimbulkan perhatian.

Jika dibandingkan, Jokowi hanya melantik 34 menteri dalam Kabinet Indonesia Maju pada kedua periodenya.

Hal ini tentu memunculkan harapan bahwa penambahan jumlah menteri ini akan memberikan dampak positif bagi pemerintahan Prabowo-Gibran.

Meskipun demikian, penting untuk tidak tergesa-gesa dalam memberikan penilaian. Mengingat keduanya baru saja dilantik, kinerja mereka harus ditunggu dan diukur dari hasil yang dicapai serta bagaimana sentimen positif terhadap pemerintahan mereka berkembang di masyarakat.

Menurut Pakar Komunikasi Politik Unair Suko Widodo, kinerja Prabowo dan Gibran patut ditunggu dan dinilai secara bertahap.

Mengingat keduanya baru saja dilantik, penilaian langsung tentu kurang bijak. Hal yang lebih penting saat ini adalah melihat bagaimana sentimen positif terhadap pemerintahan mereka berkembang di masyarakat.

Performa mereka akan lebih adil jika diukur dari kebijakan dan dampak nyata yang tercipta dalam beberapa waktu ke depan, daripada memberikan penilaian terlalu dini.

Baca Juga :  Jokowi Dukung Ridwan Kamil di Pilkada Jakarta : Rekam Jejak Sudah Terbukti

Namun menurut pengamat kebijakan publik Universitas Indonesia, Lina Mifthahul Jannah, pembentukan banyak kementerian baru dalam kabinet ini tampaknya kurang didasarkan pada kajian atau evaluasi yang jelas.

Justru, penambahan kementerian ini bertentangan dengan semangat reformasi birokrasi yang seharusnya mengedepankan efisiensi.

Alih-alih membuat birokrasi lebih sederhana, kabinet yang gemuk malah berpotensi memperpanjang proses birokrasi dan memicu tumpang tindih kewenangan. Selain itu, pembengkakan anggaran juga menjadi risiko yang perlu dipertimbangkan.

Prabowo berpendapat bahwa jumlah kementerian yang banyak wajar mengingat Indonesia adalah negara keempat terbesar di dunia dari segi populasi.

Dia bahkan membandingkan luas wilayah Indonesia dengan Eropa, menekankan bahwa sebagai bangsa besar, Indonesia membutuhkan struktur pemerintahan yang memadai untuk menangani tantangan yang sebanding dengan ukuran dan keragamannya.

Meski jumlah kementerian dianggap besar, hal ini menurutnya sejalan dengan skala besar yang dimiliki negara ini. Prabowo berharap, semua Menteri bekerja dengan efisien meskipun kabinet merah putih cukup gemuk.

Langkah Prabowo untuk membentuk kabinet yang lebih besar dimungkinkan oleh revisi Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara, yang disahkan pada 19 September 2024, setelah sebelumnya Pasal 15 UU tersebut membatasi jumlah kementerian maksimal 34.

Pembatasan ini dianggap menghambat kinerja pemerintah, menurut naskah akademik Badan Legislasi (Baleg) DPR, yang menegaskan bahwa UU Kementerian Negara tidak seharusnya mengurangi hak prerogatif Presiden dalam menyusun kabinet.

Baleg DPR dan pemerintah menyelesaikan revisi UU tersebut dalam waktu kurang dari delapan jam, meskipun tidak termasuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas).

Analis politik memprediksi bahwa revisi ini membuka jalan bagi Prabowo untuk membentuk “kabinet jumbo,” dan setelah pelantikannya, prediksi tersebut terbukti benar.

Penulis: Umi Hanifah (Content Writer Pintasan.co)