Pintasan.co, Jakarta – Presiden Indonesia, Prabowo Subianto, menegaskan komitmennya untuk menurunkan nilai tukar dolar Amerika Serikat (AS) menjadi Rp 5.000 per dolar dalam periode lima hingga sepuluh tahun mendatang.
Salah satu upaya utama yang direncanakan oleh pemerintah untuk mencapai tujuan tersebut adalah dengan mendorong hilirisasi pada enam komoditas pertanian strategis.
Menteri Pertanian, Amran Sulaiman, menjelaskan bahwa enam komoditas yang akan diprioritaskan dalam program hilirisasi ini meliputi kelapa, cengkeh, sawit, lada, kakao, dan kopi.
Komoditas-komoditas tersebut dipilih karena memiliki potensi besar, baik dalam produksi maupun ekspor, yang dapat memberikan dampak signifikan terhadap perekonomian Indonesia.
Amran menambahkan, Indonesia memiliki peluang ekspor yang sangat besar dari enam komoditas tersebut, dengan proyeksi nilai ekspor mencapai Rp 600 triliun.
Melalui hilirisasi, diharapkan nilai tambah produk dapat meningkat setidaknya 20 kali lipat.
Dengan demikian, total ekspor produk hilirisasi dari keenam komoditas ini berpotensi mencapai Rp 12.000 triliun, yang pada gilirannya akan memperkuat posisi rupiah terhadap dolar AS.
Selama ini, banyak produk pertanian Indonesia yang diekspor dalam bentuk mentah dan kemudian diolah di negara tujuan, sehingga nilai tambahnya lebih banyak dinikmati oleh negara penerima ekspor.
Amran memberikan contoh kakao dan mete. Kakao mentah yang diekspor hanya dihargai sekitar Rp 26.000 per kilogram, namun setelah diolah menjadi cokelat, harganya bisa melonjak hingga Rp 1 juta per kilogram, dengan nilai tambah mencapai 3.800 persen atau 38 kali lipat.
Untuk mewujudkan hal ini, pemerintah berencana meningkatkan produktivitas pertanian, terutama di dalam negeri.
Di Pulau Jawa, intensifikasi lahan akan dilakukan untuk meningkatkan hasil pertanian, sementara di luar Jawa, fokusnya akan pada ekstensifikasi lahan.
Hal ini sejalan dengan arahan Presiden yang menginginkan tercapainya swasembada pangan dalam waktu secepatnya.
Sementara itu, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, menekankan bahwa hilirisasi sawit menjadi bagian krusial dalam strategi pemerintah untuk mencapai kemandirian energi.
Salah satu langkah penting yang direncanakan adalah meningkatkan campuran biodiesel dalam minyak solar, dari yang saat ini 35 persen, menjadi 60 persen dalam beberapa tahun ke depan.
Mulai tahun depan, program mandatori biodiesel (B40) akan diterapkan, yang akan mewajibkan penggunaan biodiesel berbasis sawit sebesar 40 persen dalam campuran minyak solar.
Pada 2026-2027, pemerintah berencana meningkatkan persentase campuran biodiesel menjadi B50 hingga B60.
Peningkatan penggunaan biodiesel berbasis sawit ini diharapkan dapat mengurangi ketergantungan Indonesia terhadap impor bahan bakar minyak (BBM), yang selama ini menyedot devisa negara hingga Rp 500 triliun per tahun.
Dengan langkah-langkah ini, pemerintah berupaya memperkuat sektor pertanian dan energi, mengurangi ketergantungan pada impor, sekaligus mendukung impian Presiden Prabowo untuk menciptakan nilai tukar rupiah yang lebih stabil terhadap dolar.