Pintasan.co, Yogyakarta – Keluarga atau trah Sri Sultan Hamengku Buwono (HB) II meyakini bahwa Presiden RI, Prabowo Subianto, memiliki garis keturunan dari Kraton Yogyakarta.

Secara khusus, jika ditelusuri, presiden ke-8 Republik Indonesia itu merupakan keturunan Sri Sultan HB II melalui Bandara Raden Ayu Sepuh, yang memiliki putra bernama BPH (Bendoro Pangeran Haryo) Martosono atau Murdoningrat.

RM Kukuh Hertaning, pengageng kebudayaan di Kraton Yogyakarta sekaligus pemilik Cepuri Ndalem Benawan, menjelaskan bahwa BPH Martosono adalah seorang pangeran Kasultanan Yogyakarta yang berperan penting dalam sejarah, terutama terkait Perang Jawa dan hubungannya dengan Pangeran Diponegoro.

“BPH Martosono adalah kakek buyut dari Raden Margono Djojohadikoesoemo, pendiri Bank Negara Indonesia, dan juga leluhur dari Prabowo Subianto,” ujar pria yang akrab disapa Romo Aning itu, melalui keterangan tertulis, Selasa (12/8/25).

Menurutnya, darah Sri Sultan HB II mengalir dalam tubuh Prabowo Subianto karena adanya silsilah keluarga yang menunjukkan garis keturunan.

Prabowo merupakan keturunan ke-8 dari silsilah Sultan Agung Mataram dan Kesultanan Yogyakarta, Sultan Hamengku Buwono (HB) I. 

Silsilah tersebut, dimulai dari Sultan Agung Mataram, Raden Adipati Mangkuprojo, Raden Tumenggung Indrajik Kartonegoro, Raden Tumenggung Kertanegara, dan Raden Kartoatmojo

Raden Kartoatmojo kemudian menikah dengan bangsawan Kesultanan Yogyakarta, RA Djojoatmojo, yang merupakan keturunan ke-4 Sri Sultan HB I. 

Dari pernikahan itu, lahirlah Raden Tumenggung Mangkuprojo dan kemudian Raden Mas Margono Djojohadikusumo, kakek Prabowo Subianto.

“Dari silsilahnya jelas, bahwa beliau memang, ya kalau dirunut dari sejarahnya, masih ada keturunan dari Sultan HB II juga. BPH Martosono adalah putra nomor sembilan dari HB II,” terangnya.

Sementara, salah satu trah Sri Sultan HB II, Fajar Bagoes Poetranto, yang juga Ketua Yayasan Vasatii Sovaning Lokika, juga mengungkapkan hal yang sama. 

Baca Juga :  Prabowo Menunggu Kesiapan: Keppres Pemindahan Ibu Kota dalam Sorotan

Fajar menyebutkan, darah leluhurnya, atau Sri Sultan Hamengku Buwono II, memang mengalir di dalam tubuh Presiden Prabowo Subianto. 

“Sehingga, hal ini membuat kami semakin optimis, bahwa sejarah mengenai HB II akan bisa mendapat perhatian serius dari pemerintah, terutama peristiwa Geger Sapehi tahun 1812,” jelasnya. 

Ia mengungkapkan, pihaknya bakal terus menuntut pengembalian aset dan manuskrip yang dirampas oleh Inggris dalam peristiwa Geger Sepehi.

Nilai aset yang dirampas melalui insiden tersebut, diperkirakan mencapai Rp8,36 triliun, dengan 7.500 manuskrip, serta ratusan artefak.

Dengan mendorong pembentukan komite pengembalian yang melibatkan pemerintah, keluarga dan Kraton Yogyakarta, aset diharapkan pulang dalam bentuk fisik, bukan digital.

“Kami menolak pengembalian naskah kuno atau manuskrip dalam bentuk digital. Ada 195 manuskrip. Bagi kami, yang paling penting adalah pengakuan atas kepemilikan atau hak intelektual karya sastra yang notabene milik Sri Sultan HB II atau Kraton Yogyakarta,” tegasnya.

Saat ini, Yayasan Vasatii Socaning Lokika sedang melakukan penjajakan claming aset equity dan kerjasama berkelanjutan dengan kerjaaan Inggris, Pemerintah Inggris, dan British Museum.

Dalam perjalanannya, Fajar mengungkapkan, proses penjajakan menunjukkan tren positif dan diharapkan benar-benar terlaksana dalam waktu dekat.

“Kami sedang mempersiapkan semuanya. Besar harapan, Presiden Prabowo Subianto yang notabene masih keturunan Sri Sultan HB II, bisa terlibat dalam upaya claming aset equity,” pungkasnya.