Pintasan.co, Jakarta – Aksi demonstrasi yang melibatkan mahasiswa, buruh, dan masyarakat memenuhi ruas jalan hampir diseluruh wilayah Indonesia untuk menyampaikan aspirasi dan berbagai tuntutan terkait masalah krusial yang terjadi di Indonesia akhir-akhir ini.

Gelombangnya pun kian hari kian membesar dan menjalar hingga ke pelosok Indonesia, sama seperti demonstrasi beberapa tahun lalu munculnya keterlibatan kelompok pelajar yang ikut serta menyuarakan aspirasinya, fenomena ini tentunya menjadi sorotan tersendiri dan menjadi pro dan kontra ditengah masyarakat.

Sebagian menganggap itu adalah bentuk kebebasan berpendapat dan kebebasan berekspresi pada sisi lain ada juga yang menganggap itu adalah sebuah pelanggaran, hal ini kian menarik perhatian ketika banyak para pelajar yang notabene masih dibawah umur berhadapan dengan hukum. Selain itu beberapa influencer yang diduga memprovokasi pelajar untuk turun aksi juga sudah diamankan oleh pihak yang berwajib dan sedang diproses secara ketentuan hukum yang berlaku.

Dengan ditangkapnya beberapa orang influencer karena diduga memprovoksi pelajar untuk turun aksi saat demonstrasi membuat publik menjadi ingin mengetahui lebih mendalam bagaimana sebenarnya kedudukan pelajar dalam menyuarakan aspirasi dalam demonstrasi di Indonesia.

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 Tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat Di Muka Umum memang menjamin setiap warga negara untuk mengemukakan pendapat dan aspirasi.

Namun, secara spesifik lagi dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Pelindungan Anak mengatur lebih detail lagi seperti pada Pasal 1 Ayat 1 menyatakan bahwa Anak adalah seorang yang belum berusia 18 (Delapan Belas) tahun termasuk yang masih didalam kandungan, itu artinya pelajar yang ikut serta dalam demonstrasi itu masih kategori anak, selain itu pada Pasal 15 juga dijelaskan bahwa setiap anak berhak untuk mendapatkan perlindungan dari :

a.Penyalahgunaan dalam kegiatan politik
b.Pelibatan dalam kegiatan bersenjata
c.Pelibatan dalam kerusuhan sosial
d.Pelibatan dalam peristiwa yang mengandung unsur kekerasan
e.Pelibatan dalam peperangan; dan
f.Kejahatan Seksual

Hal ini jelas menerangkan bahwa anak dibawah umur tidak boleh diekploitasi untuk melakukan suatu kegiatan bermuatan politik, kerusuhan sosial ataupun peristiwa yang mengandung unsur kekerasan, apalagi ketika melihat kondisi demonstrasi kemarin yang sudah tidak kondusif, karena secara psikologi usia pelajar yang terlibat demonstrasi masih labil, emosional, masih dalam masa “AKU” sehingga rentan untuk terprovokasi dengan dinamika demonstrasi dilapangan yang mengakibatkan mereka nekat melakukan suatu hal karena aksi masa yang sudah tidak terkendali sehingga membahayakan jika terjadi kericuhan.

Dengan rendahnya literasi politik tanpa pemahaman dan kajian yang mendalam mengenai isu yang menjadi tuntutan, tak sedikit juga pelajar merasa tersulut dengan pemberitaan disosial media yang cukup masif dengan narasi-narasi memancing emosi pelajar untuk ikut aksi demonstrasi.

Kemudian diperparah lagi dengan tidak memvalidasi kebenaran berita tersebut atau hanya karna FOMO (Fear Of Missing Out) diajak oleh teman. Beberapa temuan oleh aparat bahwa ada pelajar membawa benda tajam dan bom molotov tentunya ini diindikasikan bahwa pelajar tidak mengetahui substansi sebenarnya dalam pelaksanaan demonstrasi itu sendiri dan menjurus kepada kegiatan yang desruktif atau ditunggangi oleh kelompok tertentu yang mengakibatkan keterlibatan pelajar menjadi kontradiktif.

Artinya melibatkan anak dibawah umur untuk terlibat demonstrasi jelas melanggar Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Pelindungan Anak.

Aparat penegak hukum harus secara tegas menindak pelaku yang terindikasi mengeksploitasi anak dalam aksi demonstrasi tersebut, serta orang tua dan anggota masyarakat harus aktif dan terlibat untuk melaporkan kepada pihak yang berwajib ketika menemukan indikasi eksploitasi anak untuk penyalahgunaan dalam kegiatan demonstrasi yang mengandung unsur kekerasan yang dapat membahayakan keselamatan anak.

Baca Juga :  Pelajar Asal Tuntang Semarang Hilang Terseret Ombak di Pantai Gunungkidul, Pencarian Dilanjutkan Hari Ini

Berdasarkan data dari Tim Advokasi Untuk Demokrsai (TAUD) yang dihimpun dari hotline dalam waktu 15 hari tercatat 399 anak dibawah umur yang berhadapan dengan hukum atau ditangkap polisi, 382 diantaranya sempat di tahan, dan 331 anak telah dibebaskan dan 5 anak masih ditahan, 59 anak lainnya keberadaannya sedang dikonfirmasi.

Selain itu berdasarkan data Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menemukan 1.683 orang telah ditangkap polisi selama masa demonstrasi berlangsung di Jakarta pada 25 sampai dengan 31 Agustus 2025, sementara itu Polda Metro Jaya sendiri menyatakan telah menangkap 1.240 orang saat demonstrasi sepekan di Jakarta.

Sebagai warga negara pelajar memiliki hak secara konstitusi untuk menyuarakan aspirasi karena saat ini dengan kemudahan teknologi informasi membuat pelajar menjadi lebih kritis dan mampu menilai apakah suatu kebijakan menguntungkan atau merugikan rakyat, namun tetap saja perlu arahan dan bimbingan lebih lanjut.

Sebagaimana dijelaskkan dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Pelindungan Anak Pasal 10 menyatakan bahwa setiap anak berhak menyatakan dan didengar pendapatnya, menerima, mencari, dan memberikan informasi sesuai dengan tingkat kecerdasan dan usianya demi pengembangan dirinya sesuai dengan nilai-nilai kesusilaan dan kepatutan.

Selanjutnya dalam Pasal 24 menyatakan Negara, Pemerintah dan Pemerintah Daerah menjamin anak untuk mempergunakan haknya dalam menyampaikan pendapat sesuai dengan usia dan tingkat kecerdasannya. ini artinya bahwa pelajar diperbolehkan untuk mengemukakan pendapat namun dilarang terlibat dalam aksi demonstrasi atau kegiatan yang bermuatan unsur politik karena itu melanggar hak anak.

Sebetulnya kita harus menyambut baik antusiasme pelajar saat ini karena bagaimanapun mereka adalah generasi penerus bangsa yang peduli dan memiliki keresahan atas apa yang terjadi di Indonesia akhir-akhir ini, sudah saatnya pemerintah melalui fasilitas pendidikan memberikan edukasi dan sosialisasi tentang menyuarakan aspirasi yang baik dan aman bagi pelajar berdasarkan peraturan yang berlaku.

Kemudian menyediakan ektrakulikuler atau kegiatan sekolah lainnya agar pelajar dapat mengembangkan diri dalam suasana pendidikan yang aman dan terlindungi, kegiatan ini merupakan sarana aktualisasi partisipasi pelajar untuk menanamkan nilai-nilai positif, seperti sikap ramah, santun, menghargai perbedaan, dan mengedepankan etika dalam mengemukakan pendapat.

Diharapkan kegiatan ini juga dapat melatih keberanian, melatih public speaking, dan meningkatkan cara berpikir yang kritis, sehingga tumbuh sebagai warga negara yang menjunjung tinggi nilai demokratis.

Pembinaan oleh orang tua dan anggota masyarakat itu sangat penting untuk memberikan pemahaman kepada anak bahwa dalam menyuarakan aspirasi tidak harus turun ke jalan apalagi terlibat aksi demonstrasi yang penuh resiko yang kerap kali berujung anarkis.

Bentuk kepedulian terhadap kondisi bangsa dapat sampaikan melalui cara yang lebih aman, dengan belajar yang baik, berdiskusi mengembangkan literasi politik dan isu-isu kebangsaan karena pelajar harus memiliki rasa nasionalisme yang tinggi, sekaligus harus mau menunjukkan kepeduliannya terhadap negara.

Selain itu diharapkan pihak kepolisian melakukan upaya-upaya persuasif kepada pelajar yang berhadapan dengan hukum, memastikan penanganannya tidak bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Pelindungan Anak dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak di semua unit Kepolisan yang ditugaskan menangani demonstrasi (PPA, Kamneg, Resmob, Krimum).

Upaya diversi menjadi prioritas bila harus diproses secara hukum dengan memastikan koordinasikan dengan BAPAS, LPKS, dan Peksos untuk sarana yang lebih memadai bila harus menjalani proses hukum. Mengupayakan penahanan anak harus menjadi pilihan terakhir serta pengembalian anak yang terlibat demonstrasi kepada orang tua untuk dibina menjadi upaya prioritas dan menjamin hak-hak anak terpenuhi.

Penulis : Kirana Pungki Apsari, S.H., M.H. (Pemerhati Hukum)