Pintasan.co, Jakarta – Maraknya praktik tambang ilegal yang merugikan negara hingga ratusan triliun rupiah merupakan cerminan lemahnya efektivitas hukum di Indonesia. Ini merupakan ironi di tengah kemerdekaan Indonesia ke 80 tahun. Hal ini disampaikan oleh Manager Program Pusat Studi Hukum Energi dan Pertambangan (PUSHEP), Bayu Yusya, dalam keterangan tertulisnya menanggapi pernyataan Presiden Prabowo Subianto mengenai adanya pihak-pihak yang melindungi aktivitas tambang ilegal yang merugikan negara hingga ratusan triliun rupiah.
Bayu Yusya menjelaskan, kerugian besar akibat tambang ilegal tidak bisa hanya dipandang sebagai pelanggaran aturan semata, melainkan bentuk tidak efektifnya sistem hukum di Indonesia. Bahwa hukum akan berjalan efektif struktur, substansi, dan kultur dapat berjalan dengan baik.
Dari sisi struktur, kelemahan tampak pada lemahnya koordinasi antar-lembaga penegak hukum, seperti Gakkum ESDM, Kepolisian, dan Kejaksaan. Tumpang tindih kewenangan dan minimnya sinergi membuat praktik tambang ilegal terus berlangsung, bahkan dilaporkan mendapat beking dari oknum aparat.
Dari sisi substansi, aturan sebenarnya sudah cukup tegas. Undang-Undang Minerba mengatur sanksi pidana dan denda berat bagi penambangan tanpa izin. Namun, implementasi di lapangan jauh dari harapan. Penindakan kerap hanya menyasar pelaku lapangan, sementara aktor-aktor besar yang menjadi otak atau pelindung tambang ilegal masih luput dari jerat hukum. Hal ini menyebabkan aturan yang ada kehilangan daya paksa dan gagal menimbulkan efek jera.
Lebih jauh, Bayu Yusya menyoroti aspek kultur hukum yang juga menjadi masalah serius. Di sejumlah daerah, tambang ilegal justru dianggap sebagai hal yang biasa karena memberikan keuntungan ekonomi jangka pendek bagi masyarakat.
Kultur pembiaran bahkan terjadi di kalangan aparat yang seharusnya menegakkan hukum, sehingga praktik ilegal justru mendapat perlindungan. Kondisi ini pada akhirnya membuat hukum kehilangan wibawa dan masyarakat terbiasa hidup dalam pelanggaran.
Menurutnya, permasalahan tambang ilegal hanya bisa diatasi jika reformasi dilakukan secara menyeluruh di tiga aspek hukum tersebut. Penegakan hukum lintas sektor harus diperkuat melalui koordinasi yang solid, aturan hukum harus dijalankan tanpa pandang bulu hingga ke aktor-aktor besar, dan perubahan kultur hukum harus didorong dengan transparansi, partisipasi publik, serta pemberdayaan masyarakat.
“Jangan sampai hukum hanya menjadi simbol formalitas tanpa daya paksa. Negara merugi ratusan triliun, lingkungan rusak, dan masyarakat menderita. Ini adalah bukti nyata bahwa hukum kita belum bekerja efektif. Pemerintah harus berani melakukan pembenahan serius dari sisi struktur, substansi, maupun kultur hukum. Jika hal ini bisa dilaksanakan maka ini menjadi kado terindah bagi 80 tahun kemerdekaan Indonesia,” tegas Bayu Yusya.