Pintasan.co, Klaten – Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Tengah menetapkan dua Sekretaris Daerah (Sekda) Klaten sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengelolaan sewa Plasa Klaten periode 2018–2023.
Akibat perkara ini, negara diperkirakan mengalami kerugian sekitar Rp6,8 miliar.
Dua pejabat yang terjerat ialah Joko Sawaldi (JS), Sekda Klaten periode 2016–2021, dan Jajang Prihono (JP), Sekda aktif sejak 2022.
Kendati keduanya sudah ditetapkan sebagai tersangka, Kejati Jateng baru menahan Jajang Prihono.
Sementara itu, Joko Sawaldi belum ditahan karena alasan kondisi kesehatan.
“Dari keterangan dokter, tersangka JS menderita sakit penyakit dalam sehingga harus istirahat sampai 1 September 2025,” terang Asisten Tindak Pidana Khusus (Aspidus) Kejati Jateng, Alexander Lukas Sinuraya, Kamis (28/8/2025).
Jaksa menangkap Jajang Prihono pada Rabu (27/8/2025). Selepas itu, jaksa menitipkannya ke Rutan Kelas I Semarang selama 20 hari.
Jaksa menyatakan para tersangka memiliki peran penting dalam perkara ini. Menurut Lukas, tersangka JS saat menjabat sebagai Sekda Klaten periode 2016–2021 terlibat dalam pembahasan sekaligus penetapan perjanjian sewa Plasa Klaten tanpa melalui mekanisme pemilihan mitra yang semestinya.
Selain itu, perjanjian tersebut juga tidak memuat klausul yang menguntungkan Pemkab Klaten.
“Nah itu terlihat di antaranya dari jangka waktu sewa melebihi ketentuan sewa maksimal 5 tahun, tata cara pembayaran sewa dilakukan secara bulanan dan pengenaan sewa hanya atas luasan yang terisi tenant,” paparnya.
Lukas melanjutkan, peran tersangka JP yakni menindaklanjutinya dengan tersangka pria berinisial JFS yang merupakan Direktur PT Matahari Makmur Sejahtera (MMS) berupa penandatanganan perjanjian sewa menyewa tanpa melalui proses pemilihan mitra yang sesuai dengan klausul yang merugikan negara tersebut.
Sekda juga tidak sendiri melainkan dibantu oleh tersangka pria berinisial DS yang menjabat Kabid Perdagangan Dinas DKUKMP Klaten.
Kedua tersangka ini sudah ditangkap terlebih dahulu.
“Perbuatan mereka menyebabkan kerugian negara sebesar Rp 6,8 miliar,” jelasnya.
Pasalyang disangkakan terhadap tersangka JS dan tersangka JP yakni Pasal 2 Ayat (1) jo Pasal 18 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi subsider Pasal 3 jo Pasal 18 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU No. 2 Tahun 2001.
Seperti diberitakan Tribun sebelumnya, kasus dugaan korupsi pengelolaan sewa Plasa Klaten tahun 2019–2023 bermula setelah masa sewa tanah Plasa Klaten berakhir pada 2018. Setelah itu, tersangka DS, mantan Kabid DKUKMP Klaten, secara sepihak menyewakan lahan tersebut kepada tersangka JFS tanpa melalui proses lelang.
Kemudian, JFS menyewakan bangunan itu kepada pihak ketiga, yakni PT Matahari Department Store, untuk periode 2019–2023.
Dalam kurun waktu itu, nilai sewa seharusnya mencapai Rp14,2 miliar. Namun, hanya Rp3,9 miliar yang masuk ke kas daerah, sementara Rp10,2 miliar tidak disetorkan ke negara.
Selain itu, JFS bersama DS membuat laporan pajak fiktif seolah-olah JFS yang membayar, padahal ia justru menyewakan kembali ke perusahaan lain.
JFS juga hanya membayar sewa sebesar Rp1,3 miliar per tahun, jauh di bawah nilai taksiran yang mencapai Rp4 miliar. Untuk melancarkan aksinya, JFS turut memberikan uang saku kepada sejumlah pejabat Pemkab Klaten dengan nominal bervariasi mulai dari Rp1 juta.