Pintasan.co, Semarang – Pengembangan wisata di kawasan Semarang Lama masih terus berlangsung, dengan adanya beberapa jalur wisata baru yang memungkinkan pengunjung di Kota Lama Semarang untuk mengunjungi berbagai titik, seperti Kampung Melayu, Kawasan Sleko, dan Kampung Jadul.

Untuk menjadikan daerah tersebut sebagai ikon wisata setara dengan Kota Lama Semarang, dibutuhkan perencanaan yang matang.

Saat ini, Pemerintah Kota Semarang melalui Dinas Kebudayaan dan Pariwisata sedang menerapkan berbagai skema untuk menghubungkan kawasan-kawasan wisata, sehingga wisatawan dapat tersebar merata dengan harapan dapat mendorong perputaran ekonomi bagi warga setempat.

Sub Koordinator Informasi Budaya dan Pariwisata Disbudpar Kota Semarang, Agus Kariswanto, menyatakan bahwa selama tiga tahun terakhir, Kota Lama Semarang telah menjadi pusat utama wisata di Semarang.

Namun, dia menekankan pentingnya agar perputaran ekonomi tidak hanya menguntungkan pengusaha setempat, melainkan juga masyarakat lokal.

“Oleh karena itu, ada model pemberdayaan melalui desa wisata. Di Semarang ada desa wisata Kandri yang berpenghasilan Rp1,5-2milyar. Jadi nantinya akan ada 10 Kandri baru. Wisata Kandri ini kita dublikasi dalam konteks keberhasilannya namun dalam konteks kearifan lokal disesuaikan potensi masing-masing,” katanya, Minggu (9/2/2025).

Agus Kariswanto menambahkan, dua lokasi yang dipromosikan adalah Kampung Melayu dan Kampung Jadul (Kampung Batik).

Dalam hal ini, pihaknya fokus pada promosi kedua tempat tersebut. Untuk Kampung Jadul, promosi dilakukan dengan menjalin konektivitas dengan museum Kota Lama.

“Kalau di Kampung Melayu ya gitu, sekarang sudah ada Sleko jembatan yang baru itu. Secara khusus kami melakukan pendampingan terhadap masyarakat lokal,” tuturnya.

Untuk menarik wisatawan ke Kampung Melayu, pihak dinas bersama Pokdarwis setempat mengembangkan produk wisata yang memanfaatkan nilai sejarah dan religi.

Baca Juga :  Dugaan Korupsi Miliaran Rupiah di Kominfo Maros, Kejari Maros Kerja Sama dengan BPKP Sulsel

Selain itu, beberapa anggota masyarakat setempat juga sedang menjalankan usaha sendiri, dan para wirausahawan tersebut dikelola serta diintegrasikan dalam produk wisata.

“Tahapan saat ini sudah sampai pada pembuatan story telling. Jadi supaya nanti setiap guide lokal menceritakan atraksi yang ada di sana itu seragam, nantinya kita akan tambah opening dan closing jadi akan menjadi buku panduan untuk pemandu,” ujarnya.

Selain merancang cerita perjalanan, pemandu lokal akan mendapatkan pendampingan dan pelatihan khusus untuk mengembangkan keterampilan yang mendukung pekerjaan mereka.

Setelah produk wisata ditetapkan, pembinaan akan dilakukan untuk memasarkan paket wisata, baik secara digital maupun langsung.

“Sekarang ini musim P5 di sekolah-sekolah, ternyata ini sangat dibutuhkan wisata dengan berbasis seperti ini. Tinggal mereka dilatih untuk memasarkan melalui medsos ataupun melalui online travel agent, setelah mereka dilatih mereka akan keliling ke sekolah-sekolah untuk mempromosikan 10 Kandri Baru ini,” tuturnya.

Menurutnya, skema seperti ini dianggap sebagai cara yang paling efektif untuk menarik wisatawan dan memberikan dampak terbesar bagi masyarakat setempat.