Pintasan.co, Jakarta – Sentralisasi kewenangan dalam pengelolaan energi dan sumber daya mineral yang diatur dalam Pasal 14 ayat (1) dan Pasal 14 ayat (2) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (UU Pemda) dinilai bertentangan dengan prinsip keadilan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945).
Ujar Koordinator Tim Advokasi Keadilan Kewenangan Energi, Migas, dan Pertambangan, Bayu Yusya, dalam Diskusi Publik dengan tema “Menyeimbangkan Kewenangan: Menuju Pengelolaan Sumber Daya Alam yang Berkeadilan” yang diselenggarakan oleh Asosiasi Penambang Bumi Pertiwi (ASPETI)
Lebih lanjut, Bayu Yusya menjelaskan, bahwa keberadaan Pasal 14 ayat (1) UU Pemda hanya memberikan kewenangan pengelolaan urusan pemerintahan bidang energi dan sumber daya mineral kepada pemerintah pusat dan pemerintah daerah provinsi, tanpa melibatkan kabupaten/kota.
Sementara itu, Pasal 14 ayat (3) UU Pemda menyatakan bahwa pengelolaan minyak dan gas bumi sepenuhnya menjadi kewenangan pemerintah pusat.
Ketentuan ini menimbulkan kontradiksi dalam UU Pemda itu sendiri, karena tidak sesuai dengan pembagian urusan pemerintahan berdasarkan prinsip urusan absolut, konkuren, dan pemerintahan umum yang diatur dalam undang-undang tersebut.
Dimana urusan pemerintahan bidang energi dan sumber daya mineral adalah urusan pemerintahan konkuren yang bersifat pilihan.
Artinya kewenangan ini bisa dimiliki oleh pemerintah daerah kabupaten/kota. Termasuk kewenangan untuk bidang energi, migas dan pertambangan.
Bayu sapaan akrabnya, menegaskan bahwa keberadaan pasal 14 ayat (1) dan Pasal 14 ayat (3) justru menghalangi pemerintah daerah dalam memilih dan melaksanakan urusn pemerintahan di bidang energi, migas, dan pertambangan.
Selain itu, dia menambahkan bahwa pasal tersebut juga bertentangan dengan Pasal 18A ayat (2) UUD 1945, yang mengamanatkan bahwa hubungan antara pemerintah pusat dan daerah dalam pengelolaan sumber daya alam harus dilakukan secara adil.
“Makna adil dalam pasal 18 A ayat (2) UUD NRI 1945 dalah adanya pembagian secara proporsional dan tidak sentralistik seperti sekarang.” ungkap Bayu Yusya.
Ketimpangan hanya membuat daerah menjadi objek eksploitasi tanpa memiliki kendali terhadap sumber daya yang ada di wilayahnya.
Sentralisasi yang ekstrem juga dapat menghambat upaya daerah dalam menciptakan kebijakan yang sesuai dengan kebutuhan dan kepentingan masyarakat setempat.
“Untuk itu kami sedang mempersiapkan judicial review terhadap UU Pemda. Judicial review ini bertujuan untuk mengoreksi ketimpangan kewenangan dalam pengelolaan sumber daya alam agar lebih seimbang dan sesuai dengan prinsip desentralisasi dan keadilan sebagaimana diatur dalam UUD 1945”, imbuh Bayu Yusya.