Pintasan.co, Jakarta – Memasuki satu tahun masa pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka, publik masih menantikan realisasi salah satu janji besar mereka: penciptaan 19 juta lapangan kerja baru dalam lima tahun.

Bagi para lulusan baru dan generasi muda pencari kerja, janji itu masih sebatas harapan di tengah realitas pasar kerja yang semakin kompetitif.

Di berbagai daerah, ribuan pencari kerja terus berpindah dari satu job fair ke bursa tenaga kerja lain, berharap menemukan peluang yang sesuai.

Namun, kenyataannya, banyak perusahaan kini menerapkan standar pengalaman kerja minimal satu hingga dua tahun, membuat posisi bagi fresh graduate semakin sulit diakses.

Muhammad Luthfi Ismail Tanjung (23), lulusan Desain Komunikasi Visual Telkom University, mengaku sudah menyiapkan portofolio dan melamar ke banyak perusahaan, namun saingannya sangat banyak.

“Persaingan berat, terutama karena banyak juga lulusan baru. Kadang merasa kalah sebelum mulai,” ujarnya, Jumat (17/10/2025).

Cerita serupa datang dari Amatullah Lutfiyah (26), lulusan Ilmu Komunikasi yang akrab disapa Fifi.

Sejak lulus dua tahun lalu, ia sudah beberapa kali magang di media dan agensi konten, tetapi sebagian besar tanpa bayaran.

“Magang enam bulan, enggak dibayar. Pernah kerja di media online juga cuma sebulan karena beban kerjanya berat,” tuturnya.

Fifi kini kembali mencari pekerjaan di bidang copywriting dan KOL management, tetapi belum juga berhasil.

Menurutnya, janji pemerintah menciptakan jutaan lapangan kerja belum benar-benar terasa.

“Kalau memang ada 19 juta lapangan kerja, semoga bisa kami rasakan. Jangan cuma di angka, tapi benar-benar dibuka untuk anak muda,” katanya.

Sementara itu, pemerintah tetap optimistis. Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka menegaskan bahwa perluasan lapangan kerja menjadi prioritas utama kabinet.

Baca Juga :  Danantara: Antara Harapan Investasi dan Bayang-Bayang Korupsi

Kementerian Ketenagakerjaan menargetkan penciptaan 19 juta peluang kerja baru dapat terealisasi hingga 2029.

Namun, berbagai tantangan masih membayangi, mulai dari rendahnya serapan tenaga kerja muda, tingginya angka magang tidak berbayar, hingga sistem kontrak pendek.

Organisasi mahasiswa seperti BEM Seluruh Indonesia juga mendesak pemerintah agar janji tersebut tidak hanya berhenti di tataran wacana.

Mereka berharap ada kebijakan konkret yang berpihak pada pekerja muda agar “kutukan demografi” dapat dihindari.

Meski begitu, semangat para pencari kerja tidak padam. “Anak muda bukan mau dimanja, tapi diberi kesempatan. Kalau semua perusahaan minta pengalaman, dari mana kami bisa mulai?” ujar Luthfi.

Data Badan Pusat Statistik (BPS) 2024 mencatat potensi besar tenaga kerja terdidik di Indonesia.

Namun, tanpa kesempatan yang memadai, bonus demografi justru bisa menjadi beban.

Setahun berlalu, janji 19 juta lapangan kerja kini menjadi tolok ukur antara harapan dan kenyataan.

Pemerintah dihadapkan pada tantangan nyata: memastikan setiap kebijakan benar-benar membuka peluang bagi generasi muda untuk membangun masa depan yang lebih pasti di bawah kepemimpinan Prabowo–Gibran.