Pintasan.co, Jakarta – Usulan agar perguruan tinggi dapat mengelola tambang muncul setelah sebelumnya organisasi masyarakat (ormas) keagamaan mendapatkan usulan serupa.

Usulan ini disampaikan dalam Rapat Pleno Penyusunan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan Ketiga UU No. 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara (Minerba) yang berlangsung di kompleks Senayan, Jakarta, pada Senin (20/1/2025).

Bob Hasan, Ketua Badan Legislasi (Baleg), menjelaskan bahwa ada empat poin utama dalam draf revisi UU ini, salah satunya adalah pemberian izin bagi perguruan tinggi untuk mengelola tambang.

Bob Hasan menyatakan pentingnya memberi prioritas kepada ormas keagamaan dan perguruan tinggi untuk terlibat dalam pengelolaan pertambangan.

Dalam draf RUU yang dipresentasikan oleh tim ahli, usulan pemberian izin usaha pertambangan bagi perguruan tinggi dimasukkan dalam Pasal 51A.

Ayat (1) dari pasal ini menyebutkan bahwa wilayah izin usaha pertambangan (WIUP) bisa diberikan kepada perguruan tinggi dengan prioritas.

Selain perguruan tinggi dan ormas, Bob Hasan juga menyebutkan bahwa usaha kecil dan menengah (UKM) setempat diusulkan untuk diberikan izin mengelola tambang.

Setelah pemaparan RUU tersebut, beberapa anggota Baleg DPR RI menyampaikan kritik, salah satunya Putra Nababan dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), yang mempertanyakan naskah akademik RUU ini.

Ia mengaku baru menerima naskah akademik setebal 78 halaman hanya 30 menit sebelum rapat dimulai, dan ia juga mempertanyakan kurangnya partisipasi publik serta pemangku kepentingan sektor minerba dalam pembahasan ini.

“Bagaimana kita bisa membenarkan keputusan ini tanpa partisipasi yang bermakna dari stakeholder sektor minerba?” ujar Putra.

Muhammad Saleh, peneliti bidang hukum di Center of Economic and Law Studies (Celios), juga mengkritik kurangnya partisipasi publik dalam perancangan RUU ini.

Baca Juga :  Mengupas Wacana Kampus Kelola Tambang: Terobosan Besar atau Tantangan Baru?

Saleh menganggap bahwa sejak awal tidak ada diskusi tentang siapa saja yang layak menerima izin pengelolaan tambang.

Ia menilai pemberian izin tambang kepada perguruan tinggi adalah langkah yang keliru dan tidak sesuai dengan fokus utama perguruan tinggi, yang seharusnya berfokus pada pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat.

“Jika perguruan tinggi ingin mengembangkan unit usaha, itu harus sejalan dengan program utama mereka,” tambah Saleh.