Pintasan.co, CirebonMahkamah Agung (MA) telah memutuskan untuk menolak permohonan Peninjauan Kembali (PK) yang diajukan oleh tujuh terpidana dalam kasus Vina Cirebon

Keputusan ini memicu reaksi dari para terpidana dan tim kuasa hukum mereka, yang mengungkapkan rencana mereka untuk mengambil langkah hukum berikutnya. 

Meskipun demikian, salah satu keputusan tegas yang disampaikan oleh para terpidana adalah penolakan untuk mengajukan grasi sebagai upaya hukum selanjutnya. 

Mereka menegaskan bahwa mereka tidak akan memilih jalur grasi karena harus mengakui perbuatan yang tidak mereka lakukan.  

Hal ini disampaikan oleh Jutek Bongso, salah satu anggota tim kuasa hukum terpidana. Setelah mendengar putusan MA pada Senin, 16 Desember 2024, Jutek bersama tim kuasa hukumnya segera menemui tujuh terpidana tersebut di Lapas Kelas 1 Cirebon untuk berdiskusi mengenai langkah-langkah hukum yang akan diambil. 

“Kemarin kami mengunjungi tujuh terpidana di Lapas Kesambi Cirebon,” kata Jutek Bongso kepada wartawan pada Selasa, 17 Desember 2024.  

Dalam pertemuan tersebut, para terpidana dengan tegas menyatakan penolakan mereka terhadap jalur grasi.

Mereka menganggap bahwa untuk mendapatkan grasi, mereka harus mengakui keterlibatan mereka dalam pembunuhan, yang menurut mereka, tidak pernah mereka lakukan. 

“Mereka menolak kalau dengan memakai jalur grasi. Oleh karena (jika menempuh jalur grasi) mereka harus mengakui pembunuhan itu. Mereka menyatakan lebih bagus mereka ada di dalam lapas dan membusuk di dalam penjara,” ujar Jutek. 

Para terpidana pun menegaskan hal ini dua kali, menjelaskan bahwa mereka tidak ingin mengakui sesuatu yang tidak mereka lakukan, sehingga mereka memilih untuk tetap berada di penjara daripada menggunakan jalur grasi.  

Meski demikian, kuasa hukum menyatakan bahwa mereka tetap mempertimbangkan berbagai langkah hukum yang mungkin bisa ditempuh meskipun PK ditolak. 

“Langkah hukum ini masih banyak terbuka. Yang dimungkinkan secara resmi langkah-langkah hukum ke depan yang kami lakukan, kami akan menunggu salinan resmi dari putusan Mahkamah Agung. Kita akan lihat pertimbangan-pertimbangannya apa yang membuat PK kami ditolak. Dari situ kami akan mengambil langkah,” jelas Jutek. 

Beberapa opsi hukum yang masih tersedia antara lain grasi, abolisi, amnesti, asimilasi, serta kemungkinan pengajuan PK kedua atau ketiga. Namun, para terpidana sudah menegaskan bahwa mereka tidak akan memilih jalur grasi.

Baca Juga :  Vonis Bebas Dibatalkan, Ini 5 Fakta Penangkapan Ronald Tannur

Sebelumnya, MA telah memutuskan untuk menolak PK yang diajukan oleh para terpidana dalam kasus Vina Cirebon, termasuk mantan terpidana Saka Tatal. 

“Berdasarkan keputusan Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia nomor 119/KMA/SK/7/2013 tentang penetapan hari musyawarah dan ucapan pada Mahkamah Agung Republik Indonesia, maka telah dilaksanakan musyawarah dan pembacaan putusan pada hari Senin 16 Desember 2024, dengan putusan yang pada pokoknya menolak Peninjauan Kembali para terpidana,” kata Yanto, Juru Bicara MA.  

Yanto menjelaskan bahwa alasan majelis hakim menolak PK tersebut adalah karena tidak terdapat kekhilafan dalam putusan sebelumnya dan bukti baru yang diajukan oleh para terpidana tidak memenuhi kriteria bukti baru sesuai Pasal 263 ayat (2) huruf a KUHAP. 

Terpidana yang mengajukan PK ini adalah Rivaldi Aditya, Eko Ramadhani, Hadi Saputra, Eka Sandy, Jaya, Supriyanto, Sudirman, dan Saka Tatal, yang merupakan mantan terpidana dalam kasus yang sama.