Pintasan.co, Jakarta – Presiden Joko Widodo (Jokowi) memberikan tanggapan terkait pernyataan Menteri Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), mengenai penerbitan Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) dan Sertifikat Hak Milik (SHM) di kawasan pagar laut Tangerang, Banten.
AHY sebelumnya menyebut bahwa sertifikat tersebut diterbitkan pada 2023, di masa pemerintahan Presiden Jokowi.
“Yang paling penting adalah proses legalnya. Apakah prosedur hukum sudah dilalui dengan benar atau tidak,” ujar Jokowi saat ditemui di Solo, Jawa Tengah, Jumat (24/1/2025).
Presiden menegaskan pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam penerbitan sertifikat tanah, termasuk untuk daerah lain seperti Bekasi dan Jawa Timur.
Jokowi juga menyampaikan bahwa pemeriksaan tidak hanya berlaku untuk SHM, tetapi juga mencakup SHGB.
“Untuk SHGB, dicek saja di kementerian, apakah proses hukumnya sudah dijalankan dengan baik atau belum. Hal ini berlaku bukan hanya untuk Tangerang, tetapi juga di Bekasi, Jawa Timur, dan daerah lainnya. Yang terpenting adalah memastikan hal ini benar-benar diperiksa,” tambahnya.
Pernyataan AHY
Sebelumnya, AHY menjelaskan bahwa penerbitan sertifikat untuk kawasan pagar laut di Tangerang terjadi pada 2023, sebagaimana diinformasikan oleh Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR)/Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN), Nusron Wahid.
AHY menegaskan bahwa ia tidak mengetahui detail penerbitan tersebut karena baru mulai menjabat sebagai Menteri ATR pada 2024.
“Tidak mungkin kita memeriksa satu per satu kecuali ada laporan dari masyarakat atau pihak terkait,” ungkapnya.
AHY juga mengapresiasi langkah-langkah yang mengungkap kasus ini, sekaligus menekankan pentingnya transparansi dalam pengelolaan lahan dan tata ruang di Indonesia.
Polemik Pembongkaran Pagar Laut
Kasus ini juga dikaitkan dengan pembongkaran pagar laut di Desa Ketapang, Kecamatan Mauk, Kabupaten Tangerang, yang dilakukan pada Rabu (21/1/2025).
Ribuan nelayan dari pesisir utara Tangerang ikut terlibat dalam aksi tersebut. Langkah ini dipimpin oleh Penjabat Gubernur Banten, Ucok Abdulrauf Damenta, dengan tujuan mengembalikan akses para nelayan ke laut yang sebelumnya terhalang.
Polemik ini menjadi perhatian publik karena melibatkan tata kelola lahan dan penerbitan sertifikat yang diduga berpotensi merugikan masyarakat, khususnya nelayan.
Pemerintah menegaskan pentingnya pemeriksaan menyeluruh terhadap sertifikat yang telah diterbitkan, untuk memastikan semua prosedur hukum dipatuhi.
Dengan pengawasan yang transparan dan akuntabel, diharapkan kasus serupa tidak terulang di masa mendatang.