Pintasan.co, Jakarta – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati melaporkan bahwa hingga November 2024, defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) mencapai Rp 401,8 triliun, yang setara dengan 1,81% dari Produk Domestik Bruto (PDB).
“Dalam APBN KiTA 2024, total defisit anggaran yang tercantum dalam undang-undang adalah Rp 522,8 triliun. Dengan defisit yang tercatat sebesar Rp 401,8 triliun, ini masih lebih rendah dari target defisit tersebut,” ujar Sri Mulyani dalam konferensi pers yang diadakan di kantornya, Jakarta Pusat, pada Rabu (11/12/2024).
Defisit ini menunjukkan bahwa total pendapatan negara lebih kecil dibandingkan dengan pengeluaran pemerintah.
Namun, meskipun mengalami defisit, keseimbangan primer APBN masih tercatat surplus sebesar Rp 47,1 triliun.
Dalam rinciannya, pendapatan negara hingga November 2024 tercatat mencapai Rp 2.492,7 triliun, yang menunjukkan kenaikan sebesar 1,3% dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu (year-on-year/yoy).
Pendapatan tersebut diperoleh dari pajak, bea cukai, serta penerimaan negara bukan pajak (PNBP).
“Rp 2.492,7 triliun ini berarti 89% dari target yang telah ditetapkan dalam UU APBN tahun ini sudah berhasil terkumpul, dan ada kenaikan sebesar 1,3% dibandingkan dengan tahun sebelumnya,” kata Sri Mulyani.
Di sisi lain, belanja negara telah mencapai Rp 2.894,5 triliun, yang mengalami lonjakan sebesar 15,3% dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu.
Realisasi belanja negara ini mencapai 87% dari total pagu yang terdiri dari belanja kementerian/lembaga (K/L), belanja non-K/L, dan transfer ke daerah.
“Kenaikan belanja negara ini cukup tajam, mencapai 15,3% dibandingkan dengan tahun lalu, dan ini akan terlihat dalam struktur postur APBN,” tambahnya.